Pemerintah diminta lebih berhati-hati melakukan impor beras mengingat pada bulan Februari mulai memasuki panen raya. (ilustrasi/aktual.com)

Jakarta, Aktual.com – Kebijakan pemerintahan Joko Widodo yang membuka kran impor beras dalam mengantisipasi kenaikan harga di masyarakat menjadi kado pahit bagi para petani diawal tahun dan jelang panen raya.

Presedium Persatuan Pergerakan, Andrianto SIP menilai bahwa kebijakan impor 500 ribu ton beras sungguh tidak bisa diterima nalar sehat dan sangat berbau amis adanya kepentingan bisnis pihak tertentu.

“Rencana pemerintah untuk impor beras sebesar 500 ribu ton, sungguh di luar nalar dan sontak bau kepentingan mengingat ini jauh dari gembar gembor nawa cita yang mandiri di bidang pangan,” kata Andrianto dalam keterangan tertulisnya yang diterima aktual.com, di Jakarta, Senin (15/1).

Bilamana import beras tetap dilakukan, sambung dia, maka akan menjadi ironi terbesar dari rezim pemerintahan yang sering kali mengumbar istilah revolusi mental tersebut.

“Apalagi, ini jelang tahun politik dikait kaitkan dengan kebutuhan logistiik yang besar, sehingga cara mudahnya memang tanpa kotak katik APBN, dengan memburu rente lebih saftey termasuk diimpor beras,” paparnya.

Ia memaparkan tidak hanya beras yang mengalami kenaikan di awal tahun 2018, sejumlah komoditi pangan dipasaran pun merangkak naik. Dari mulai harga bawang merah di petani Rp 4.000/kg dan harga di konsumen Rp 28.000/kg, naik sekitar 500 persen, lalu harga telur dan daging ayam yang naik, padahal produksi Indonesia berlebih dan bahkan mampu mencukupi kebutuhan ekspor.

“Kenaikan ini, juga menandakan ada kegagalan Menko Darmin Nasution dalam menstimulasi ekonomi termasuk pangan hari ini. Termasuk peran Bulog yang kinerjanya tidak jelas, padahal petani kita sebentar lagi panen raya,” pungkasnya.

Reporter: Novrizal

Artikel ini ditulis oleh:

Novrizal Sikumbang
Eka