Pekerja mengerjakan reproduksi tabung elpiji 3 kilogram (kg) di Depot (Liquefied Petroleum Gas/LPG) Tanjung Priok, Jakarta Utara, Selasa (29/1/2019). Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) akan mengubah formula harga elpiji. Perhitungan anggaran subsidi LPG tabung 3 kg tahun 2019 tersebut menggunakan beberapa asumsi dan parameter. Pertama, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat Rp 14.400 per US$. Kedua, asumsi harga minyak Indonesia (ICP) US$70 per barel. Ketiga, volume LPG tabung 3 kg sebesar 6.978 juta kg. AKTUAL/Tino Oktaviano

Jakarta, Aktual.com – Harga gas Industri tak boleh naik! Itu terdengar agak aneh bagi para ekonom maupun analis. Mengapa ? Harga gas industri itu tidak disubsidi. Harga gas industri diatur dengan mekanisme pasar.

Mekanisme pasar berarti harga gas ditentukan oleh mekanisme permintaan dan penawaran semata. Harga ditentukan oleh kesepakatan antara pembeli dan penjual yang berlaku di pasar. Penentu harga adalah invisible hand atau tangan tersembunyi yakni hukum pasar. Teorinya demikian.

Apakah hukum ini tidak bekerja di Indonesia? Ini menjadi pertanyaan. Di Indonesia pembeli gas boleh menolak kenaikan harga.

Penjual gas tidak boleh menaikkan harga. Pembeli gas dapat mengancam penjual gas tidak akan mau membayar jika harga gas naik. Ini pasti hukum ekonomi aneh !

Sebagaimana baru baru ini dikemukakan Pelaku industri melalui Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia menolak kenaikan harga gas oleh PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) mulai 1 Oktober 2019. Bahkan, pelaku industri sepakat untuk menggunakan harga lama jika PGN tetap ngotot menaikkan harga gas.

“Kita minta kalau nanti terjadi kenaikan harga, kita tidak akan bayar kenaikannya. Harga lama tetap kita pegang,” kata Wakil Ketua Komite Industri Hulu dan Petrokimia Kadin Achmad Widjaja selepas Focus Group Discussion (FGD) terkait penerapan harga gas bumi untuk industri yang digelar di Kantor Kadin, Rabu (25/9).

Artikel ini ditulis oleh: