Sejumlah santri Ponpes Baitul Mustofa mengaji dengan penerangan lampu minyak (semprong) saat pengajian di lapangan terbuka Mojosongo, Solo, Jawa Tengah, Selasa (21/6). Pengajian dalam rangka Nuzulul Quran (malam turunnya kitab suci Alquran) tersebut mendekatkan santri dengan alam serta mendidik agar santri rajin membaca Alquran terutama pada bulan Ramadan. ANTARA FOTO/Maulana Surya/Spt/16.

Jakarta, Aktual.com – Dalam khutbah Syech Dr Yusri Rushdy Masjid Al Asyraf Muqothom Cairo, Mesir pada tanggal 19 Agustus 2016/16 Dzulqadah 1437 mengatakan bahwa kita semua sedang berada pada salah satu bulan-bulan yang dimuliakan Allah SWT yaitu bulan Dzulhijah.

Dimana menurutnya bahwa sebagian umat islam saat ini sedang atau sudah mempersiapkan diri untuk berangkat ke baitullah. Hal tersebut dalam rangka menunaikan ibadah haji yang merupakan syiar agama yang agung dan menjadi moment ibadah setiap tahun khusus bagi segenap kaum muslimin.

“Semoga Allah SWT memudahkan jalan kita untuk dapat menunaikan ibadah haji dan berziarah ke makam Nabi SAW pada tahun ini maupun pada tahun tahun berikutnya, jikalau masih belum mendapat kesempatan untuk melakukannya ,semoga Allah SWT mencatatkan pahalanya untuk kita semua, karena niat seorang mukmin lebih baik daripada amalnya,” katanya.

Apabila kamu berada pada bulan yang mulia dan mempersiapkan diri untuk melakukan ibadah, maka hendaklah terlebih dahulu memiliki ilmu pengetahuan atas amalannya tersebut sebelum kamu melakukannya,” tambahnya.

Mengenai hal tersebut Syech Yusri melanjutkan bahwa Imam al Bukhori dalam kitab sahihnya secara khusus membuat tema atau bab “al ‘ilmu qobl al ‘amal”.

Mendahulukan ilmu sebelum amal, karena kamu tidak mungkin melakukan sesuatu tanpa mengetahuinya terlebih dahulu dengan kata lain bagaimana mungkin kita dapat melakukan suatu amalan dengan baik dan benar sebelum mempelajarinya terlebih dahulu?, sedangkan ibadah itu adalah amal yang membutuhkan ilmu sebelum melakukannya.

Sebagaimana Allah SWT menjelaskan dalam firman-Nya:

فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَٰهَ إِلَّا اللَّهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَالْمُؤْمِنَاتِ

“Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Ilah (sesembahan, tuhan) selain Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan” [QS Muhammad/47: Ayat 19].

Dapat dipahami dari ayat diatas bahwa perintah Allah SWT untuk beristighfar yang merupakan amalan, diawali terlebih dahulu oleh perintah berilmu terlebih dahulu. Sungguh sangat ironis fenomena yang tampak dikalangan mayoritas umat islam, mereka bersemangat dalam melakukan berbagai hal ketaatan kepada Allah SWT tanpa diimbangi dengan kecenderungan untuk memahami ilmu yang berhubungan dengan amalan taat tersebut secara seksama.

Ketika bulan Ramadhan tiba, masih banyak umat islam yang belum mengerti apa saja yang harus ia lakukan dan ia hindari saat berpuasa,tidak paham mana saja yang termasuk perkara wajib,makruh dan sunnah dalam ibadah puasa, sehingga puasa yang ia lakukan berulangkali tiap tahunnya sampai usia dewasa, sama kualitasnya seperti puasanya yang pertama kali dimasa kanak-kanaknya, nilai shaumnya tidak dikembangkan dengan ilmu pengetahuan.

Dan ketika musim haji tiba kebanyakan orang sibuk dengan urusan urusan pelunasan dan perlengkapan ibadah haji tanpa meluangkan waktunya untuk banyak belajar tentang bagaimana cara berhaji dengan baik dan benar dan mengira bahwa ibadah haji adalah amalan yang praktis dan dilakukan secara masif sehingga menurutnya soal tatacara dilapangan tinggal meniru gerakannya kebanyakan jamaah haji yang lain, wajar apabila pada akhirnya dia terjerumus pada banyak kesalahan dalan ibadahnya tersebut dan akan berujung pada penyesalan.

Begitu pula halnya dengan shalat fardlu yang selalu dilakukan lima waktu setiap hari, sebagian kaum muslimin apabila ditanya tentang rukun shalat, syarat sah shalat, syarat taharah, macam macam najis dan yang membatalkan wudlu, maka mereka tidak mampu menjawabnya.

Sungguh fenomena semacam itu amat disayangkan dan memang sudah menjadi trend zaman sekarang ketika kebanyakan orang terbiasa beramal tanpa berilmu terlebih dahulu dalam setiap urusan, baik urusan ukhrawi maupun duniawi, wajar apabila dihari kemudian amalan yang dikerjakannya hanya mendatangkan kerugian dan menyesal seperti seseorang yang gemar berdagang namun tidak memahami teori berdagang dan pemasaran, pada akhirnya hanya akan membuat modalnya menjadi raib.

Pada zaman sekarang banyak ditemukan disaat meminang seorang pria tidak memperhatikan tatacara meminang yang baik menurut islam, setelah menikah pun demikian masih banyak yang belum memahami hak dan kewajiban suami istri, dan ketika seorang suami hendak menceraikan istrinya ia tidak memahami kewajiban apa saja yang harus ia penuhi atas hak istri dan anaknya setelah bercerai.

Bahkan kebanyakan orang gemar untuk mendapatkan posisi dalam sebuah jabatan maupun profesi tanpa mempersiapkan skill keahlian yang mumpuni terlebih dahaulu,sehingga apa yang ia kerjakan hanya akan merusak tatanan yang sudah ada. Baik dibidang pemerintahan, pembangunan, permesinan atau mekanik, kedokteran dan lain sebagainya.

Oleh karena itu kita sebagai umat islam memiliki kaidah ‘ammah atau prinsip dasar yaitu al ‘ilmu qobla al ‘amal (mendahulukan ilmu sebelum melakukan sesuatu) bahkan para filosuf sekalipun mengusung prinsip tersebut.Dan ketika kita sudah berilmu dan beramal dengan ikhlas maka peliharalah secara rutin agar kita dapat mendapatkan buah dari amalan tersebut,jangan sampai terputus.

Pentingnya mendahulukan ilmu sebelum melakukan sebuah amalan sebagaimana hikayat yang diriwayatkan dalam hadist masyhur tentang al musii fi as-shalat (orang yang buruk shalatnya) :
أن رسول الله صلى الله عليه وسلم دخل المسجد، فدخل رجل فصلى، فسلم على النبي صلى الله عليه وسلم فرد النبي عليه الصلاة والسلام فقال: ارجع فصل، فإنك لم تصل
“Bahwa suatu saat Rasulallah SAW sedang berada dalam masjid lalu seseorang masuk kedalam masjid dan melakukan shalat tahiyyatul masjid,kemudian mengucap salam atas nabi dan beliau menjawabnya seraya berkata “ulangi shalatmu! Sebab kamu belum melakukannya” [HR Bukhari]

Setelah orang tersebut mengulangi shalatnya pun tetap Nabi SAW menyuruhnya untuk mengulangi shalat kembali sampai orang tersebut meminta kepada Nabi SAW untuk mengajarinya tentang tatacara shalat yang benar.

Begitu pula dengan zakat,seseorang yang hendak berzakat harus faham dari harta manakah yang wajib dizakati, Kapan waktu menunaikannya dan kepadada siapa zakatnya tersebut harus ia salurkan.(Deden Sajidin)

Artikel ini ditulis oleh:

Andy Abdul Hamid