Jakarta, Aktual.com – Hari ini Umat Islam di seluruh Dunia khususnya yang berada di Indonesia telah memasuki bulan Safar. Bulan safar sendiri memiliki arti sepi atau sunyi seperti keadaan masyarakat di Arab yang selalu sepi atau tidak ada di rumah mereka masing-masing.
Ibnu Katsir memberi penjelasan di dalam kitab Tafsirnya bahwa dinamakan bulan Safar karena sepinya rumah-rumah mereka dari diri mereka, ketika mereka keluar untuk berperang dan berpergian.
صَفَرْ: سُمِيَ بِذَلِكَ لِخُلُوِّ بُيُوْتِهِمْ مِنْهُمْ، حِيْنَ يَخْرُجُوْنَ لِلْقِتَالِ وَالْأَسْفَارِ
“Safar dinamakan dengan nama tersebut, karena sepinya rumah-rumah mereka dari mereka, ketika mereka keluar untuk perang dan bepergian.”
Sebagaimana yang diyakini oleh sebagian masyarakat di berbagai daerah di Indonesia ada anggapan bahwa bulan Safar merupakan bulan yang di dalamnya terdapat musibah luar biasa dan akan terjadi cobaan-cobaan yang melebihi dari bulan-bulan yang lainnya. Akan tetapi, Ibnu Rajab al-Hanbali menyanggah pendapat tersebut, beliau berkata:
وَأَمَّا تَخْصِيْصُ الشُّؤْمِ بِزَمَانٍ دُوْنَ زَمَانٍ كَشَهْرِ صَفَرٍ أَوْ غَيْرِهِ فَغَيْرُ صَحِيْحٍ
“Adapun mengkhususkan kesialan dengan suatu zaman tertentu bukan zaman yang lain, seperti (mengkhususkan) bulan Safar atau bulan lainnya, maka hal ini tidak benar.”
Ibnu Rajab menganggap bahwa setiap hari, bulan dan tahun merupakan makhluk Allah SWT yang bisa saja terjadi kebaikan atau keburukan di waktu-waktu tersebut tanpa ada kekhususan pada bulan-bulan tertentu.
Lebih lanjut lagi, Ibnu Rajab mengatakan bahwa kebaikan atau keburukan pada suatu zaman itu ditentukan oleh orang-orang mukmin yang ada di zaman tersebut. Ketika mereka menyibukkan diri dengan kebaikan maka pada tahun itu kebaikan juga senantiasa tersebar luas. Demikian juga sebaliknya.
فَكُلُّ زَمَانٍ شَغَلَهُ المُؤْمِنُ بِطَاعَةِ اللهِ فَهُوَ زَمَانٌ مُبَارَكٌ عَلَيْهِ، وَكُلُّ زَمَانٍ شَغَلَهُ العَبْدُ بِمَعْصِيَةِ اللهِ فَهُوَ مَشْؤُمٌ عَلَيْهِ
“Setiap zaman yang orang mukmin menyibukkannya dengan ketaatan kepada Allah, maka merupakan zaman yang diberkahi; dan setiap zaman orang mukmin menyibukkannya dengan bermaksiat kepada Allah, maka merupakan zaman kesialan (tidak diberkahi).”
Dari penjelasan itu semua maka dapat diyakini bahwa kebaikan atau keburukan suatu zaman ditentukan oleh orang-orang mukmin. Walaupun ketentuan tersebut tidak bersifat mutlak. Karena Allah SWT yang lebih pantas menentukan suatu zaman diberkahi atau tidak.
Rasulullah SAW bersabda:
لَا عَدْوَى وَلَا طِيَرَةَ وَلَا هَامَةَ وَلَا صَفَرَ، وَفِرَّ مِنَ الْمَجْذُومِ كَمَا تَفِرُّ مِنَ الْأَسَدِ
“Tidak ada wabah (yang menyebar dengan sendirinya tanpa kehendak Allah), tidak pula tanda kesialan, tidak (pula) burung (tanda kesialan), dan juga tidak ada (kesialan) pada bulan Safar. Menghindarlah dari penyakit judzam sebagaimana engkau menghindar dari singa.”
Waallahu a’lam
(Rizky Zulkarnain)
Artikel ini ditulis oleh:
Arie Saputra