Delapan indikator negara tidak hadir dalam melindungi konsumen dan atau kepentingan publik yang dimaksud sebagai berikut:
1. Terlantarnya puluhan ribu calon jamaah umrah dari berbagai biro perjalanan umrah, khususnya First Travel. Pada 2017 YLKI menerima 22.655 pengaduan jamaah umrah yang tidak diberangkatkan oleh biro umrah. Terlantarnya puluhan ribu calon jamaah umrah bukti kuat negara tidak hadir untuk melindungi kepentingan konsumen secara sesungguhnya. Pemerintah hanya piawai memberikan perizinan biro umrah (pre market control), tetapi gagal total dalam pengawasan dan penegakan hukumnya untuk melindungi calon jamaah umrah (post market control).
2. Negara juga tidak hadir dalam konteks _pre market control_ dalam kasus pengembang Meikarta. Bagaimana mungkin proyek skala nasional sebesar Meikarta tapi masih menimbulkan persoalan pro kontra dalam perizinannya? Atau bagaimana mungkin proyek properti skala nasional tetapi hanya mengantongi perizinan berskala lokal saja? Bahkan tragisnya negara justru berpihak secara kentara pada Meikarta, seperti tecermin dalam pernyataan Menteri Koordinator Maritim Luhut Binsar Panjaitan, yang mendukung penuh Meikarta. Padahal ribuan konsumen terjebak pada ketidakpastian status hukumnya terkait promosi Meikarta yang amat bombastis.
3. Dalam konteks pemenuhan hak-hak publik, negara juga justru menciptakan kegaduhan baru yang kontra produktif bagi kepentingan masyarakat. Setidaknya hal itu tecermin dalam beberapa kasus, antara lain:
Pertama, pendaftaran ulang pemegang kartu prabayar seluler. Kegaduhan ini dikarenakan minimnya informasi dan sosialisasi terhadap kebijakan registrasi prabayar tersebut, sehingga menimbulkan kecurigaan bahwa registrasi dilakukan untuk kepentingan jangka pendek (pemilu) dan atau adanya penyadapan data pribadi milik warga untuk kepentingan komersial dan bahkan politik.
Artikel ini ditulis oleh: