Jakarta, Aktual.com – Rancangan Undang-Undang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) resmi disetujui menjadi undang-undang. Salah satu poin krusial yang disepakati dalam RUU ini adalah pembentukan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (BPI Danantara).

Sebagai entitas yang diharapkan mampu mengelola aset strategis negara, termasuk tujuh BUMN besar dan Indonesia Investment Authority (INA), Danantara memiliki tanggung jawab besar untuk mewujudkan target ekonomi nasional yang ambisius.

Namun, euforia atas pembentukan lembaga ini harus diimbangi dengan kesadaran bahwa tantangan besar juga menanti. Dengan potensi aset senilai Rp9.480 triliun, menjadikan Danantara sebagai sovereign wealth fund (SWF) terbesar keempat di dunia, keberadaan lembaga ini membawa harapan besar sekaligus tanggung jawab yang kompleks.

Para pemangku kepentingan, mulai dari legislatif, eksekutif, hingga pengelola lembaga, harus memastikan bahwa Danantara mampu bergerak secara strategis dan efisien.

Menteri BUMN Erick Thohir menyampaikan bahwa Danantara akan memainkan peran penting dalam mengelola dividen dan investasi BUMN secara optimal untuk mendukung target pertumbuhan ekonomi 8 persen yang telah dicanangkan pemerintah. Meski demikian, keberhasilan lembaga ini tidak hanya diukur dari besar aset yang dikelola, tetapi juga dari dampak ekonomi dan pembangunan berkelanjutan yang mampu dihasilkan.

Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad, menyebut struktur organisasi Danantara akan ditetapkan langsung oleh Presiden. Dengan demikian, peraturan pemerintah (PP) yang akan menyusul menjadi landasan penting untuk memastikan mekanisme pengelolaan dan pengawasan yang memadai.

Wakil Ketua MPR Edhie Baskoro Yudhoyono menekankan pentingnya strategi investasi yang agresif namun tetap prudent untuk menghasilkan dividen tinggi bagi negara. Pernyataan ini selaras dengan pandangan Penasihat Khusus Presiden Bambang Brodjonegoro, yang mendorong Danantara untuk memanfaatkan leverage guna mempercepat realisasi proyek strategis. Hal ini mencakup kolaborasi dengan sektor swasta untuk menarik investasi asing melalui pendekatan business-to-business (B2B).

Namun, kritik terhadap pembentukan Danantara juga bermunculan. Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI), Yusri Usman, menilai rancangan badan ini masih terlalu sarat dengan campur tangan birokrasi. Jalur persetujuan yang panjang berpotensi menghambat fleksibilitas dan respons terhadap dinamika pasar.

Menurut Yusri, agar dapat bersaing dengan lembaga serupa seperti Temasek Holdings di Singapura atau Khazanah Nasional di Malaysia, Danantara harus independen dari pengaruh birokrasi pemerintah. Hal ini penting untuk memastikan fokus lembaga pada bisnis dan bukan pada kepentingan politik tertentu.

Untuk memastikan keberhasilan BPI Danantara, beberapa hal perlu menjadi perhatian utama. Penyederhanaan birokrasi harus menjadi prioritas agar proses pengambilan keputusan lebih efisien. Jalur persetujuan yang panjang perlu dipangkas sehingga Danantara dapat bergerak cepat dalam menangkap peluang investasi yang muncul.

Selain itu, transparansi dan akuntabilitas juga menjadi aspek krusial. Struktur organisasi yang jelas serta mekanisme pelaporan yang transparan harus diterapkan untuk menghindari potensi penyelewengan atau dominasi kepentingan tertentu. Tidak kalah penting, fokus pada keberlanjutan harus menjadi dasar dari setiap kebijakan dan keputusan investasi.

Sebagai pengelola aset strategis negara, Danantara perlu memastikan bahwa seluruh investasi yang dilakukan mendukung pembangunan berkelanjutan dan memberikan dampak ekonomi jangka panjang bagi bangsa.

Keberadaan BPI Danantara adalah peluang emas bagi Indonesia untuk mengoptimalkan potensi BUMN dan menjawab tantangan investasi di era global. Namun, tanpa langkah-langkah strategis yang solid dan implementasi yang terukur, badan ini justru berisiko menjadi beban baru bagi negara.

Oleh karena itu, sinergi yang erat antara pemerintah, pengelola BUMN, dan seluruh pemangku kepentingan sangat diperlukan untuk menjadikan Danantara sebagai katalisator pertumbuhan ekonomi yang inklusif, berkelanjutan, dan berdaya saing tinggi di tingkat internasional.

(Redaksi Aktual)