Rasa-rasanya tidak ada peminat sastra Indonesia yang tak kenal nama Chairil Anwar. Chairil Anwar adalah penyair Indonesia, yang bersama Asrul Sani dan Rivai Apin dinobatkan oleh kritikus sastra H.B. Jassin sebagai pelopor Angkatan ’45, sekaligus pelopor puisi modern Indonesia. Hingga saat ini karya puisi Chairil Anwar menjadi bacaan wajib dalam mata pelajaran sastra bagi siswa-siswa Indonesia.

Chairil Anwar mengenal dunia sastra sejak usia 19 tahun. Namun, ia mulai dikenal setelah pemuatan tulisannya di Majalah Nisan pada 1942, saat itu ia baru berusia 20 tahun. Ia juga dikenal sebagai “Si Binatang Jalang” lewat karya puisinya yang fenomenal, “Aku.” Karya lain yang terkenal adalah “Krawang Bekasi.” Ia diperkirakan telah menulis sebanyak 94 karya, termasuk 70 puisi. Kebanyakan tidak dipublikasikan hingga kematiannya.

Chairil banyak menciptakan puisi yang mayoritas bertemakan pemberontakan, kematian, individualisme, dan eksistensialisme, sehingga karya-karyanya menimbulkan multi-interpretasi. Karya-karya Chairil dikompilasikan dalam tiga buku, yaitu “Deru Campur Debu” (1949), “Kerikil Tajam Yang Terampas dan Yang Putus” (1949), dan “Tiga Menguak Takdir” (1950). Buku terakhir ini merupakan kumpulan puisi bersama Asrul Sani dan Rivai Apin, dan sudah diterjemahkan ke Bahasa Inggris, Jerman, dan Spanyol.

Lahir di Medan, 26 Juli 1922, Chairil adalah anak satu-satunya dari pasangan Toeloes dan Saleha, yang keduanya berasal dari Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat. Jabatan terakhir ayahnya adalah Bupati Indragiri Riau. Chairil masih memiliki ikatan keluarga dengan Perdana Menteri pertama Indonesia, Sutan Sjahrir.

Sebagai anak tunggal, orangtua Chairil selalu memanjakannya. Chairil bersekolah di Hollandsch-Inlandsche School (HIS) yang kemudian dilanjutkan di MULO, tetapi tidak sampai tamat. Saat usianya mencapai 18 tahun, ia tidak lagi bersekolah. Chairil mengatakan bahwa sejak usia 15 tahun, ia telah bertekad menjadi seorang seniman.

Pada usia 19 tahun sesudah perceraian orangtuanya, Chairil bersama ibunya pindah ke Batavia (Jakarta). Walau telah bercerai, ayahnya tetap menafkahinya dan ibunya. Meskipun latar belakang pendidikannya terbatas, Chairil menguasai tiga bahasa: Bahasa Inggris, Belanda, dan Jerman. Selain menjadi penyair, Chairil pernah menjadi penyiar Radio Jepang di Jakarta pada masa pendudukan Jepang.

Chairil Anwar banyak membaca karya-karya pengarang internasional ternama, seperti: Rainer Maria Rilke, W.H. Auden, Archibald MacLeish, Hendrik Marsman, J. Slaurhoff, dan Edgar du Perron. Penulis-penulis tersebut sangat memengaruhi tulisannya dan secara tidak langsung terhadap tatanan kesusasteraan Indonesia.

Dalam lingkup keluarga, orang terdekat Chairil sebelum sang ibu adalah neneknya sendiri. Ketika dewasa, Chairil diketahui menjalin hubungan dengan banyak wanita. Namun Chairil memutuskan untuk menikah dengan Hapsah Wiraredja pada 6 Agustus 1946. Hapsah adalah satu-satunya wanita yang pernah dinikahinya. Mereka dikaruniai seorang putri bernama Evawani Alissa. Namun, pasangan itu bercerai pada 1948 dikarenakan gaya hidup Chairil yang tidak berubah, meski sudah memiliki istri dan anak.

Vitalitas puitis Chairil tidak diimbangi oleh kekuatan fisiknya, yang sering sakit dan lemah. Chairil meninggal di Jakarta, pada 28 April 1949, di usia 26 tahun. Ia dimakamkan di TPU Karet Bivak. Ada beberapa versi tentang penyebab kematiannya. Namun, satu hal yang pasti adalah ia mengidap TBC dan penyakit radang paru-paru ini disinyalir menjadi sebab kepergiannya.

Walaupun karir kepenyairan dan usianya sangat singkat, Chairil Anwar dan karya-karyanya sangat melekat pada dunia sastra Indonesia. Sebagai tanda penghormatan, dibangun patung dada Chairil Anwar di kawasan Jakarta. Hari kematiannya juga diperingati sebagai Hari Chairil Anwar oleh para pengagumnya.

Chairil Anwar pernah mendapat penghargaan Bhagasasi Award dari pengurus Badan Kekeluargaan Masyarakat Bekasi (BKMB). Ia juga memperoleh Bekasi Award, sebagai salah satu bentuk kepedulian dan perhatian dari pengurus Dewan Kesenian Bekasi (DKB) terhadap hasil karya besar Chairil Anwar. ***

Artikel ini ditulis oleh: