Jakarta, Aktual.com – Pemerintah diminta menindaklanjuti temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas pembengkakan cost recovery mencapai Rp2.56 triliun pada Satuan Kerja Khsusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas).

Menurut Anggota DPR-RI Komisi VII, Satya Widya Yudha, ada dua kemungkinan penyebab terjadi pembengkakan cost recovery, yakni pertama karena adanya tambahan investasi oleh KKKS, kemudian ada kemungkinan disebabkan kecerobohan SKK Migas ataupun KKKS.

“Peningkatan cost recovery disebabkan dua hal, pertama ada kecerobohan kontraktor yang membuat SKK Migas tidak bisa awasi dengan baik atau kasarnya kecolongan, kedua karena invesatasi bertambah, misalkan kita minta PT A naikan produksi tapi mereka bilang harus tambah investasi nah otomatis dengan investasi baru kan meningkat cost recovery,” kata Satya, Minggu (16/10).

Namun lanjut Politikus Partai Golkar ini temuan itu belum final dan masih berkemungkinan terjadi kekeliruan dalam penghitungan, untuk itu tegasnya, perlu dilakukan tindak lanjut oleh pemerintah.

Untuk diketahui BPK telah melakukan pemeriksaan atas perhitungan bagi hasil dan komersialisasi migas pada SKK Migas dan KKKS. Pemeriksaan tersebut dilakukan BPK pada Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga (LKKL) tahun 2015.

Dalam pemeriksaan tersebut, BPK menemukan adanya pembengkakan biaya dalam pos cost recovery di SKK Migas. Jumlah biaya tersebut mencapai Rp2,56 triliun.

“BPK berhasil mengungkapkan adanya pembebanan biaya-biaya yang tidak semestinya diperhitungkan dalam cost recovery sebesar Rp209,88 juta dan USD194,25 juta atau ekuivalen Rp2,56 triliun,” kata Ketua BPK, Harry Azhar Aziz.

Dadangsah

Artikel ini ditulis oleh:

Dadangsah Dapunta
Arbie Marwan