“Untuk itu, tidak ada alasan lagi bagi pemerintah tidak melakukan penghentian aktivitas tambang batu bara di Samarinda, karena dampaknya lebih buruk ketimbang manfaatnya bagi masyarakat. Gubernur harus cabut semua IUP di Samarinda,” katanya lagi.
Dilanjutkannya, tahun2008-2010, biaya yang dikeluarkan untuk menanggulangi dampak banjir mencapai Rp107,9 miliar, meningkat hingga menjadi Rp602 miliar periode 2011-2013.
Nilai tersebut belum termasuk biaya rehabilitasi akibat kerusakan jalan umum sebagai dampak kendaraan pengangkut batu bara yang mencapai Rp37,6 miliar, kemudian ditambah biaya yang harus ditanggug warga sekitar pertambangan ketika banjir saat musim hujan dan krisis air saat musim kemarau.
Dalam penyusunan APBD Samarinda 2017, katanya, untuk pengendalian banjir hanya diprioritaskan dua titik di bagian utara Samarinda dengan anggaran Rp600 miliar, kemudian akan ada dana tak terduga penanggulangan bencana Rp5 miliar per tahun.
Menurutnya, ini merupakan kenyataan pahit bahwa uang dari pajak warga, digunakan setiap tahun hanya untuk membiayai segala kehancuran yang disebabkan oleh industri batu bara.
“Berdasarkan UU Nomor 23/2014 tentang Pemerintah Daerah, gubernur selaku perwakilan pemerintah pusat memiliki kewenangan mencabut IUP batu bara. Untuk itu, gubernur harus mencabut semua IUP batu di Samarinda yang menyebabkan banjir,” kata Jamil.
Ant.
Artikel ini ditulis oleh: