Jakarta, Aktual.com — Laju perekonomian nasional yang masih rendah berdampak pada kinerja neraca perdagangan Indonesia (NPI) di kuartal I-2016 ini.

Berdasar laporan Bank Indonesia (BI), NPI pada Kuartal I-2016 mencatatkan defisit US$0,3 miliar atau US$287 juta, akibat adanya surplus Transaksi Modal dan Finansial (TMF) yang saat ini mengalami penurunan menjadi US$4,2 miliar.

Kinerja NPI saat ini bisa disebut memerah, mengingat dibanding kuartal sebelumnya justru surplus luar biasa.

“Pada kuartal IV-2015 surplusnya besar sekali mencapai US$5,1 miliar, tapi NPI di kuartal ini malah defisitnya cukup dalam US$0,3 miliar,” tutur Kepala Departemen Statistik BI, Hendy Sulistyowati saat bincang-bincang dengan media, di Gedung BI, Jakarta, Jumat (13/5).

Menurut Hendy, defisit NPI sebesar US$287 juta tersebut disebabkan oleh penurunan surplus TMF di kuartal I-2016 menjadi US$4,2 miliar, padahal di Kuartal IV-2015 surplusnya mencapai US$9,8 miliar.

Sehingga, lanjut dia, meski defisit transaksi berjalan di Kuartal I-2016 itu mengalami penurunan menjadi US$4,67 miliar (2,14 persen PDB), namun defisit TMF justru menekan NPI.

“Defisit transaksi berjalan pada kuartal IV-2015 masih sebesar US$5,1 miliar,” ungkap dia.

Dengan demikian, kata dia, total cadangan devisa per akhir kuartal I-2016 sebesar US$107,5 miliar. “Kalau yang per akhir April 2016 kan meningkat menjadi US$107,7 miliar,” kata Hendy.

Ia kembali menegaskan, penurunan defisit transaksi berjalan di Kuartal I-2016 menjadi 2,14 persen tersebut karena meningkatnya surplus neraca perdagangan barang.

“Surplus neraca nonmigas meningkat akibat penurunan impor yang melampaui penurunan ekspor,” jelasnya.

Selain non migas dan migas, yang menekan transaksi berjalan juga adalah sektor seperti jasa-jasa, pendapatan primer, dan pendapatan sekunder.

Untuk sektor jasa-jasa mngalami penurunan defisit dibanding kuartal sebelumnya. Pada kuartal I-2016 ini mencapai US$1,1 miliar turun dari kuartal sebelumnya US$1,7 miliar.

Sedang untuk pendapatan primer, mengalami lonjakan defisit dari US$ 6,7 miliar di kuartal IV-2015 menjadi US$ 7,5 miliar di kuartal awal tahun ini.

“Ini terjadi karena banyaknya membayar bunga-bunga utang, baik utang luar negeri maupun utang pemerintah,” jelasnya.

Sementara, untuk pendapatan sekunder, kendati masih surplus juga terjadi penurunan. Dari yang semula US$1,4 miliar di kuartal IV-2015 menjadi US$1,2 miliar di kuartal I-2016 ini.

Namun yang menarik, sambungnya, dari transaksi berjalan itu, untuk impor barang modal di kuartal I-2016 ini belum ada kenaikan yang mencolok dari impor barang modal.

“Karena faktanya, impor barang modal masih tumbuh negatif. Padahal, katanya pemerintah mau menggenjot proyek infrastruktur.”

Artikel ini ditulis oleh: