Taujih Syeikh DR Yudi Latif (kiri) bersama Khodim Zawiyah Arraudhah Al Akh Muhammad Danial Nafis (kanan) saat acara Kajian Spesial Ramadhan di Zawiyah Arraudah, Jalan Tebet Barat VIII, No 50, Jakarta Selatan, Minggu (4/6/2017). Dalam kajian Spesial Ramadhan ini yang bertamakan "Pancasila dalam Tasawuf Islam". AKTUAL/Munzir

Saudaraku, bila kau merasa tak bahagia dengan hidupmu jangan melarikan diri dari kehidupan, dengan mengucilkan diri di bungker isolasi.

Untuk menjadi bahagia kita justru harus bisa belajar bersuka cita dengan meluaskan jaringan kedekatan dan perjumpaan.

Ingatlah, istilah “friend” (sahabat) dalam bahasa Inggris berasal dari kata “free” (bebas). Manusia “bebas” (free) artinya bukanlah “budak” (slave).

Manusia “budak” pada dasarnya adalah mereka yang ikatan sosialnya terputus: tak punya keluarga, tak punya kerabat, tak punya teman, tak punya komunitas. Seorang budak tak memiliki pertalian sosial disebabkan tak bisa membuat komitmen pada orang lain, karena seluruh hidupnya untuk mengabdi di bawah kendali tuannya.

Alhasil, menjadi manusia “bebas” (free) mestinya adalah manusia yang bisa merajut tali kasih dengan teman (friend) dan kehidupan, dengan meluaskan tali silaturahim.

Membangun kedekatan dengan semesta kehidupan memberi wahana bagi manusia untuk bisa meraih makna hidup; yang bisa membuatnya bersuka cita dalam kebahagiaan.

Maka, jika hidup terasa hampa dan gundah, obat ampuhnya adalah mendekatkan diri. Dekatkan diri kita pada kehangatan pancaran kasih Sang Mahakasih; pada derai tangis derita manusia; pada senda gurau kehangatan kedai kopi; pada ceria keriangan kanak-kanak; pada larik romantik lirik puisi; pada tembang lawas yg menggelitik imaji nostalgik; pada bias romansa cahya purnama; pada binar sinar mentari pagi; pada sepoi angin yang mengibaskan rerumputan dan pepohonan menjadi tarian semesta. Ayo dekatkan!

Yudi Latif, Makrifat Pagi

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: As'ad Syamsul Abidin