Jakarta, Aktual.com – Meski izin pelaksanaan reklamasi Pulau G yang dikeluarkannya sudah dicabut oleh Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), Gubernur DKI Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) tetap ngotot proyek berjalan.

Bahkan dia mengaku senang dengan kemenangan pihak penggugat, yakni para nelayan dan LSM yang tergabung di Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta.

Kata dia, dengan demikian pengelolaan reklamasi Pulau G bisa dilimpahkan ke BUMD DKI. Jika dilimpahkan ke perusahaan plat merah, Ahok mengklaim keuntungan yang diperoleh Pemda DKI jauh lebih besar.

“Kalau saya kerja sendiri, seratus kali dong (keuntungannya). Ya kan?” dalih dia, sehari setelah PTUN cabut , izin reklamasi yang dibuatnya dalam bentuk Keputusan Gubernur (Kepgub) No. 2238/2014.

Dia juga tetap berdalih reklamasi di Teluk Jakarta harus berjalan untuk menyiasati kepadatan penduduk di Jakarta. “Kalau enggak mau reklamasi, Jakarta tambah padat mau ke mana? Seluruh dunia reklamasi,” ucap dia.

Tidak pahami alasan putusan, hanya kejar uang

Pernyataan Ahok yang mengartikan reklamasi hanya di urusan keuntungan penggarapnya, semakin menunjukkan alasan utamanya tidak lain demi uang.

Padahal jika dibaca kembali, lima alasan Hakim PTUN Jakarta Adhi Budi Sulistyo memutuskan mencabut izin pelaksanaan reklamasi pulau milik anak perusahaan Agung Podomoro Land (APL) salah satunya adalah masalah dampak lingkungan.

Seperti disampaikan Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Al Ghiffari Aqso, ada lima alasan keputusan Hakim Adhi.

Pertama, tidak dicantumkan UU 27/2007 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dan juga perubahannya UU no 1/2014 dalam SK reklamasi Pulau G.

Kedua, penerbitan izin pelaksanaan reklamasi Pulau G tidak didasari Perda Zonasi yang diamanatkan oleh Pasal 7 ayat 1 UU 27/2007.

“Yang mengharuskan adanya Perda Zonasi sebelum izin reklamasi diterbitkan. Namun, dalam perjalanannya, justru Perda Zonasi dibuat usai adanya izin reklamasi,” ujar dia, usai persidangan di Gedung PTUN, Pulo Gebang, Jakarta Timur, Selasa (31/5).

Alasan ketiga, proses penyusunan Analisis Dampak Lingkungan (Amdal) izin dianggap tidak partisipatif karena tidak melibatkan nelayan yang terdampak.

Padahal nelayan merupakan salah satu pihak berkepentingan yang mestinya diajak dalam perencanaan reklamasi. Pasalnya, wilayah yang dijadikan reklamasi adalah wilayah tangkap mereka, sehingga wajib diberitahu perencanaannya.

Alasan ketiga, reklamasi juga tidak hanya berdampak pada nelayan namun berdampak luas pada lingkungan di sekitarnya. “Banyak dampak lingkungan, dampak sosial dan ekonomi dan juga mengganggu objek vital,” sambung dia.

Alasan ke lima, hakim memandang reklamasi tidak sesuai dengan prinsip pengadaan lahan untuk kepentingan umum yang sesuai dengan amanat UU nomor 2/2012. “Artinya hakim menegaskan, tidak ada kepentingan umum dalam reklamasi, ini yang harus dicatat,” ucap dia. baca: Lima Alasan Hakim Adhi Cabut Izin Reklamasi Pulau G 

Pada akhirnya, pertanyaan apa alasan sebenarnya di balik proyek reklamasi yang sudah muncul sejak awal, semakin terjawab oleh pernyataan Ahok. Sehingga pertanyaan kembali berulang, untuk siapa kebijakan Ahok? Rakyat Jakarta atau keuntungan pihak tertentu?

Artikel ini ditulis oleh: