Jakarta, Aktual.com – Para pejabat Partai Demokrat, Senin, menuntut calon presiden dari Partai Republik Donald Trump di empat negara bagian, dalam upaya untuk menghentikan tindak pengawasan pemungutan suara.

Mereka menilai tindak pengawasan pemungutan suara dirancang untuk mengganggu pemilih dari kalangan minoritas dalam pemilu pada 8 November.

Dalam tuntutan hukum yang diajukan di pengadilan federal di Pennsylvania, Nevada, Arizona dan Ohio, pejabat Demokrat berpendapat bahwa Trump dan para pejabat Partai Republik menyerukan suatu “kampanye main hakim sendiri untuk mengintimidasi pemilih”.

Partai Demokrat menilai kampanye Trump telah melanggar Ketetapan Hak Pilih 1965 dan Undang-Undang Hak Sipil 1871 yang ditujukan kepada Ku Klux Klan dan organisasi supremasi kulit putih lainnya.

“Trump telah berusaha untuk mendorong target kampanyenya melalui ‘penindasan pemilih’ dengan menggunakan mikrofon paling keras di negara ini dengan memohon pendukungnya untuk terlibat dalam intimidasi yang melanggar hukum,” tulis Partai Demokrat dalam pengajuan tuntutan hukum di Ohio.

Kalimat yang sama digunakan dalam tuntutan hukum di tiga negara bagian lainnya. Namun, tim kampanye Trump tidak menanggapi permintaan untuk menyampaikan komentar.

Sejak Agustus, Trump mendesak para pendukungnya untuk memantau lokasi pemungutan suara pada hari pemilihan untuk tanda-tanda kemungkinan penipuan suara.

Trump juga sering mendesak pendukungnya untuk mengawasi kota-kota, seperti Philadelphia dan St Louis, yang memiliki populasi minoritas yang tinggi.

Berkampanye di Ohio, calon presiden dari Partai Demokrat Hillary Clinton mengatakan bahwa Trump berharap dapat mencegah masyarakat untuk berpartisipasi dalam pemilu.

“Seluruh strateginya adalah untuk menekan pemungutan suara. Banyak keributan. Banyak gangguan,” kata Hillary di Cleveland.

Pejabat Demokrat juga berusaha menghentikan Komite Nasional Partai Republik (RNC) yang bekerja dengan kampanye Trump atau pihak-pihak di negara bagian untuk memantau jajak pendapat.

Dalam kasus terpisah, Demokrat berargumen bahwa sebuah perintah pengadilan yang sudah sejak lama berlaku mencegah organisasi partai nasional terlibat dalam langkah-langkah “keamanan pemungutan suara”.

Dalam tuntutan yang diajukan pada Senin terkait kasus itu, RNC mengatakan tidak terlibat dalam pengawasan pemungutan suara tetapi bekerja untuk mendukung Trump di bidang lain. “Itu adalah bukti kerja politik, bukan tindak kesalahan,” kata RNC.

Banyak negara bagian di AS memungkinkan tim kampanye dan partai-partai politik untuk memantau pemungutan suara, meskipun mereka sering dibatasi.

Di Pennsylvania, misalnya, pengawas pemungutan suara harus secara resmi disertifikasi oleh dewan pemilu lokal dan harus terdaftar sebagai pemilih di daerah di mana mereka mengawasi. Pihak Partai Republik di Pennsylvania telah menggugat untuk penghapusan pembatasan itu.

Selama pemungutan suara awal berlangsung, kelompok pembela hak-hak sipil mengatakan mereka telah mendengar laporan tentang orang-orang yang menamakan diri sebagai pengawas pemungutan suara memotret para pemilih dan melakukan tindak intimidasi lainnya.

Pejabat Demokrat juga menggugat operator Partai Republik Roger Stone, sekutu lama Trump, yang menyelenggarakan upaya meninggalkan pemungutan suara. Pejabat Demokrat mengatakan tujuan sebenarnya dari proyek, yang disebut “Hentikan Pencurian”, adalah untuk mengintimidasi para pemilih dari kalangan minoritas dan pemilih perkotaan.

Namun, Stone mengatakan bahwa proyeknya dirancang untuk memastikan bahwa mesin voting elektronik bekerja dengan benar.

Pada situs “Hentikan Pencurian”, Stone mengatakan bahwa Hillary “berniat untuk membanjiri polling dengan suara imigran ilegal. Kantong-kantong Liberal sudah membiarkan para imigran ilegal masuk dalam pemilu lokal dan negara bagian dan sekarang mereka ingin imigran ilegal untuk memberikan suara dalam pemilihan presiden”.

Stone mengatakan 1.400 orang di seluruh Amerika Serikat yang mengajukan diri untuk proyek tersebut telah diperintahkan untuk menggunakan bahasa yang netral dan hanya mendekati orang setelah mereka memberikan suara.

“Karena kami hanya berbicara dengan para pemilih setelah mereka memilih, bagaimana kami bisa mengintimidasi mereka?” kata Stone.

ant

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Nebby