Jakarta, Aktual.com – Jumlah pembaca buku di Indonesia sangatlah rendah dibandingkan negara-negara maju. Padahal, buku adalah jendela dunia.
Hal itu disampaikan pendiri LSI, Denny JA, dalam video yang diunggah di akun media sosial resminya, DennyJA_World, Sabtu, 9 September 2023.
Video tersebut adalah bagian dari serial Ekspresi Data yang diunggah di Facebook, Instagram, Twitter, Tik Tok, serta Youtube Denny JA. Ini adalah serial video yang durasinya hanya 3 menit dan berbasis data riset LSI Denny JA untuk aneka isu yang strategis.
Berdasarkan survei LSI Denny JA, Agustus 2023, mereka yang sempat membaca buku setahun terakhir, minimal satu buku, hanya 22,5 persen dari populasi Indonesia.
Sementara, mayoritas populasi Indonesia atau sebanyak 72,3 persen menyatakan tak sempat membaca, bahkan satu judul buku sekalipun, dalam setahun terakhir.
“Ini persentase membaca buku yang sangatlah rendah. Hanya 22 persen dari populasi yang membaca buku, artinya hanya satu dari lima orang Indonesia,” ungkap Denny.
Dia menjelaskan, di negara-negara industry, mereka yang membaca buku jumlahnya rata-rata di atas 50 persen. Artinya, dari dua orang, hanya satu orang yang tak membaca buku dan satu orang membaca buku.
Sementara, di Indonesia, dari lima orang, empat orang tidak membaca buku dan hanya satu orang yang membaca buku.
Denny mengungkapkan beberapa hal yang menyebabkan tingkat membaca buku di Indonesia sangat rendah.
Menurutnya, tradisi lisan di Indonesia begitu kuat dan belum sempat sepenuhnya berubah menjadi tradisi tulisan.
Ketika modernitas datang membawa sekolah-sekolah, makin banyak orang belajar membaca dan menulis. Akhirnya, tradisi tulisan mulai tumbuh.
Namun, sebelum tradisi tulisan dominan, tiba-tiba datanglah dunia Internet. Akibatnya, banyak populasi mencari informasi tak lagi lewat buku. Mereka lebih memilih mencari informasi lewat aneka media di internet.
“Lalu, datanglah era sosial media. Bertahun-tahun media sosial menguasai hidup kita dan mengubah cara kita membaca informasi,” sambungnya.
Denny mengatakan, informasi di media sosial yang kita baca umumnya dengan durasi hanya satu sampai lima menit. Akibatnya, kita kurang stamina membaca tulisan Panjang dan hanya terbiasa membaca tulisan yang ringkas 1-5 menit.
Di sisi lain, untuk membaca buku dibutuhkan waktu berjam-jam, bahkan berhari-hari. Tradisi membaca cepat dan singkat itu ikut membuat buku tidak populer.
Untuk itu, Denny mengatakan menggelorakan kembali tradisi membaca buku, bahkan dari usia kanak- kanak.
“Buku adalah jendela dunia. Buku sastra memperkaya batin kita, memperluas perspektif kita. Buku non-sastra mengantarkan pengetahuan soal dunia,” tutup Denny.
Artikel ini ditulis oleh: