Jakarta, aktual.com – Densus 88 Antiteror Polri telah melaporkan bahwa tindak pidana terorisme mengalami penurunan dalam kurun waktu tiga tahun terakhir. Informasi ini dapat dilihat dalam grafik tren yang telah dibagikan.
“Terdapat tren penurunan kejadian teror dan pelaku tindak pidana terorisme dalam tiga tahun terakhir,” kata juru bicara Densus 88 Antiteror Polri Kombes Aswin Siregar kepada wartawan, Kamis (2/11).
Aswin berharap bahwa Indonesia akan mengalami tahun yang bebas dari insiden terorisme. Baru-baru ini, Densus 88 telah melakukan serangkaian penangkapan terhadap individu teroris di wilayah DKI Jakarta dan Jawa Barat.
“Dan kita berharap, tahun ini kita bisa menjaga agar negara kita bebas dari peristiwa teror,” ujarnya.
Dalam grafik yang telah disebarkan, terdapat catatan enam insiden teror pada tahun 2021, satu insiden teror pada tahun 2022, dan belum ada kejadian teror pada tahun 2023. Sementara itu, jumlah penegakan hukum (gakkum) pada tahun 2021 mencapai 370, pada tahun 2022 sejumlah 248, dan pada tahun 2023 sejumlah 104.
Sebelumnya, Densus 88 Antiteror Polri berhasil menangkap 40 tersangka teroris yang merupakan anggota Jamaah Ansharut Daulah (JAD). Para tersangka teroris ini diduga terlibat dalam upaya menggagalkan pelaksanaan Pemilu 2024.
Kombes Aswin Siregar, juru bicara Densus 88 Antiteror Polri, menjelaskan bahwa para tersangka teroris ini ditangkap di berbagai wilayah dan penangkapan tersebut dilakukan pada tanggal 27 dan 28 Oktober yang lalu.
“Terdiri atas 23 orang ditangkap di wilayah Jawa Barat, kemudian 11 di wilayah DKI Jakarta, dan 6 di Sulawesi Tengah,” kata Aswin dalam konferensi pers di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (31/10).
Aswin menyatakan bahwa para tersangka adalah bagian dari jaringan kelompok JAD yang dipimpin oleh seseorang dengan inisial AU. Dia mencatat bahwa para teroris ini telah bersumpah setia kepada ISIS.
Berdasarkan hasil pemeriksaan, menurut Aswin, para tersangka diduga berencana untuk melakukan sejumlah tindakan yang bertujuan mengganggu pelaksanaan Pemilu 2024. Dia menyebut bahwa para tersangka ini memandang bahwa demokrasi melanggar prinsip-prinsip yang dipegang oleh JAD.
“Bagi mereka, pemilu adalah rangkaian demokrasi, di mana demokrasi itu adalah maksiat, demokrasi ini adalah sesuatu yang melanggar hukum bagi mereka,” ujar Aswin.
Artikel ini ditulis oleh:
Rizky Zulkarnain