Rumah adat itu terbuat dari jerami atau daun ilalang dengan berdindingkan anyaman bambu, serta lantainya dari tanah yang ditinggikan dari permukaan tanah setelah dilapisi kotoran sapi.

Jajaran bangunan pertama sebanyak empat rumah sedangkan di baris kedua tiga rumah. Tepat di ujung tengah barisan rumah itu, kiri kanannya berdiri dua lumbung untuk menyimpan persediaan makanan. Untuk masuk dan ke luar rumah, harus menunduk setelah menaiki tujuh tangga, serta bangunan adat itu juga seluruhnya menghadap ke arah utara. Bentuk bangunan adat ke arah utara yang berada di Sembalun Lawang itu, memiliki makna, kata Mertawi, Ketua Lembaga Adat Sembalun Lawang yang juga Sekretaris Dinas Pariwisata Kabupaten Lombok Timur, agar cahaya matahari pada pagi dan sore hari bisa masuk ke dalam rumah dari lubang angin di kedua sisi atap itu.

“Tentunya dengan adanya cahaya matahari yang masuk akan menghindarkan adanya binatang yang masuk ke dalam rumah, seperti ular,” katanya.

Makna dari pintu masuk yang pendek hingga untuk masuk dan ke luar harus merunduk, menyimbolkan bahwa penghuninya harus sopan terhadap tamunya jika ke luar rumah, sedangkan untuk masuk dengan cara merunduk bentuk hormat kepada sang pencipta.

Tujuh tangga itu, menyimbolkan sesuai ajaran Islam adanya langit ke tujuh, serta tujuh hari tahlilan. Selain itu, dahulu bayi yang baru dilahirkan tidak boleh langsung di bawa ke luar rumah untuk melihat langit namun harus bertahap menapaki setiap tangga.

Artikel ini ditulis oleh: