Setelah ratusan tahun mengungsi karena trauma dengan letusan Samalas, muncul inisiatif beberapa orang mengajak kembali ke Sembalun, mencari leluhurnya.
Tetapi, banyak dari mereka tidak ada yang mau karena tidak sanggup. Setelah berunding, akhirnya tujuh kepala keluarga sepakat kembali.
Mereka kembali dari bukit hingga ke Gunung Nanggi. Dalam perjalanan bertemu dengan kali berair sangat deras, Kali Sembalun.
Ketujuh kepala keluarga itu tidak bisa menyeberang, lalu menyusuri kali itu. Akhirnya tiba di utara di Bukit Selong dan tetap tidak bisa menyeberang sehingga kemudian turun di Desa Adat Beleq. Di tempat itulah, mereka beristirahat di rumah adat. “Kemudian mulai merasa nyaman dan menetap,” katanya.
Seiring perjalanan waktu, mereka pun beranak pinak tetapi setiap ada keinginan membangun rumah yang baru selalu ada musibah yang mereka alami, misalnya anaknya meninggal. “Pokoknya tidak bisa berkembang biak. Setiap membangun pondasi rumah, muncul musibah,” katanya.
Sehingga berkesimpulan di tempat itu tidak boleh ada bangunan tambahan selain bangunan yang sudah ada, yakni, tetap tujuh rumah. Agar bisa beranak pinak, mereka ke lokasi lain.
Artikel ini ditulis oleh: