Setelah diperiksa mendalam, data pembeli gula PT PPI yang menjadi objek pembayaran pada SPUM No 31/UM/DBP/PPI/III/2016 adalah data fiktif, terdapat kejanggalan pembeli gula yang disalurkan oleh pihak UD Mustika Transindo maupun PT Rajawali Nusindo, yang mana terdapat beberapa pembeli yang melampirkan KTP pada dokumen Purchase Order (PO) memiliki pekerjaan sebagai sopir atau bahkan tidak bekerja, akan tetapi jumlah pesanan gulanya mencapai 200 ton. Ada pula dokumen PO yang melampirkan KTP pembeli yang sudah meninggal tahun 2014, sementara pembelian gula terjadi tahun 2015.
Telaah lebih lanjut menemukan bahwa data pembeli gula yang diserahkan oleh UD Mustika Transindo dan PT Rajawali Nusindo adalah data pembeli yang sama, sehingga PT PPI melalukan pembayaran sebanyak dua kali untuk data pelanggan yang sama.
“Jelas merupakan pelanggaran, karena ketentuan atas transaksi menyimpang diatur dalam Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-19/MBU/2012 tetang Pedoman Penundaan Transaksi Bisnis yang Terindikasi Penyimpangan dan atau Kecurangan,” ujar Rizki.
Rizki pun menyesali yang dilakukan oleh Noer Fajrieansyah yang sekarang menjabat sebagai Direktur Hubungan Strategis dan Kelembagaan di PT POS Indonesia.
“Dari BUMN ke BUMN lain hanya menyisakan masalah. Bahkan terindikasi merugikan uang negara. Kami LSLGMI meminta KPK segara periksa Noer Fajrieansyah agar mendapat kejelasan soal uang negara atas transaksi pembelian gula yang diduga fiktif dengan biaya Rp 89 miliar,” kata dia.
Artikel ini ditulis oleh:
Antara