Pengerjaan gedung 16 lantai yang akan digunakan untuk kantor lembaga anti rasuah itu telah memasuki tahap akhir. Gedung tersebut mulai dibangun sejak Desember 2013 dengan nilai kontrak Rp195 miliar direncanakan memiliki 70 ruang pemeriksaan dan gedung penjara yang mampu menampung 50 orang, 40 pria dan sepuluh wanita.

Bandung, Aktual.com – Dugaan pelanggaran Good Corporate Governance (GCG), dan dugaan penyalahgunaan wewenang yang diduga dilakukan oleh Noer Fajrieansyah selaku Direktur Sumberdaya Korporat PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) dilaporkan oleh Lingkar Studi Lintas Generasi Muda Indonesia (LSLGMI).

Dalam laporan LSLGMI itu, Noer Fajrieansyah diduga memberikan persetujuan bayar selaku Direktur Keuangan pada 13 April 2016 atas biaya jasa distribusi gula dan penyediaan data pelanggan yang dilakukan oleh UD Mustika Transindo senilai Rp 1,8 miliar. Padahal sejak tanggal 28 Maret 2016 sesuai SK Meneg BUMN Nomor SK-65/MBU/03/2016 Firmansyah Tanjung Satya sudah menjabat sebagai Direktur Keuangan.

“Itu pelanggaran kewenangan, tidak memenuhi kaidah GCG. Ada bypass kewenangan yang dilakukan oleh Noer Fajrieansyah guna kelancaran Surat Perintah Uang Muka (SPUM). Padahal Direktur Keuangan ialah Firmansyah Tanjung Satya,” ucap M. Rizki Koordinator LSLGMI lewat rilisnya kepada wartawan, Senin (10/12).

Atas hal itu pula, kata dia, LSLGMI melaporkan hasil pemeriksaan komite audit atas penugasan Gula di PT PPI pada Selasa 4 Desember 2018 pukul 15.09 WIB dengan nomor surat 013/LSLGMI/2018 dilengkapi lampiran dan diterima oleh Iin.

Pada dokumen P2B No : 17/PPB/DBP/PPI/XI/2015 tanggal 19 Nopember 2015 untuk pengadaan gula sebesar 11.000 ton, tercantum bahwa keuntungan kotor sebesar 2,91 persen atau senilai Rp 2,67 miliar, jika diperhitungkan biaya distribusi dan data pelanggan bernilai Rp 1,8 miliar, maka keuntungan kotor hanya sebesar Rp 820 juta atau sekitat 0,9 persen. Besaran keuntungan kotor tersebut, kata dia, secara bisnis dinilai tidak layak dijalankan mengingat biaya yang dikeluarkan sebesar Rp 89 miliar.

“Terhitung tidak menguntungkan, transaksi tetap dipaksakan untuk jalan. Ada apa?” ujar Rizki.

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Antara