Jakarta, Aktual.com — Anggota Komisi XI DPR dari Fraksi Gerindra, Heri Gunawan menuding proses pinjaman tiga bank BUMN kepada China Development Bank (CDB) tidak murni business to business (B to B).
Pasalnya, dalam perjanjian itu ada klausul ‘perubahan kendali’ yang melibatkan pemerintah Republik Indonesia (RI) terhadap kepemilikan sahamnya. Sehingga sangat mungkin saham pemerintah di tiga bank itu bisa terdelusi.
Ketiga bank BUMN, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk, PT BNI (Persero) Tbk, dan PT BRI (Persero) Tbk telah mendapat kucuran pinjaman dari CDB masing-masing US$ 1 miliar dengan porsi 30 persennya berupa berdenominasi reminbi atau yuan.
“Saya rasa ini bukan B to B murni. Tapi tetap pemerintah terlibat. Saya curiga mereka kasih pinjaman untuk menguasai saham di tiga bank BUMN itu,” tandas Heri di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (15/3).
Klausul yang dimaksud Heri menyebutkan, “Perubahan Kendali” berarti Pemerintah RI: (a) tidak lagi secara sah dan secara manfaat memiliki (baik langsung atau tidak langsung) setidaknya 51% dari saham yang diterbitkan dan modal saham yang memiliki hak suara dalam peminjam, atau
(b) tidak atau tidak lagi, memiliki wewenang untuk: (i) memberikan suara, atau mengendalikan pemberian suara, setidaknya 51% dari jumlah suara maksimum yang dapat dikeluarkan pada rapat umum pemegang saham (RUPS) peminjam atau dengan cara lain mengendalikan setidaknya 51% dari hak suara dari peminjam.
“Di perjanjian itu jelas sekali. Cuma kami tidak bisa tanya mereka, ketiga bank itu hanya pelaksana. Pasti ada peran pemerintah di belakangnya,” cetus dia.
Menurutnya, perjanjian ini membahayakan bagi pemerintah. Karena jika konsepnya B to B, kenapa ada perjanjian melibatkan pemerintah.
“Kalau katanya seperti itu, bukan B to B, sehingga nanti kalau mereka tidak punya uang dan diminta melunasi, bisa-bisa pemerintah juga yang disuruh melunasi,” tegas dia.
Artikel ini ditulis oleh:
Eka