Gedung baru Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (TIPIKOR) itu dilengkapi dengan 30 ruang sidang dengan fasilitas standar meski tidak semua dipakai untuk persidangan kasus tindak pidana korupsi. "Rencana pindahan di kantor baru mulai 16 November 2015.

Jakarta, Aktual.com – Direktur Keuangan PT Brantas Abipraya (Persero) Sudi Wantoko dan Manajer Pemasaran PT Brantas Dandung Pamularno didakwa menyuap Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) DKI Jakarta Sudung Situmorang dan Asisten Pidana Khusus Kejati DKI Tomo Sitepu.

Keduanya menjanjikan uang kepada Sudung dan Tomo sebesar Rp 2,5 miliar, yang digunakan untuk menghentikan penyelidikan kasus dugaan korupsi penyimpangan penggunaan keuangan PT Brantas yang diduga dilakukan Sudi Wantoko.

“Pemberian dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara berbuat atau tidak berbuat sesuatu yang bertentangan dengan kewajibannya,” papar Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Irene Putrie, di Pengadilan Tipikor Jakarta, Rabu (22/6).

Kasus dugaan korupsi PT Brantas mulai diselidiki oleh Kejati DKI pada 15 Maret 2016, dimana Sudung, selaku Kajati DKI meneken surat perintah penyelidikan atas dugaan korupsi dengan nilai kerugian keuangan negara mencapai lebih dari Rp 7 miliar.‬

Penyelidikan itu diawali dengan memeriksa beberapa pegawai PT Brantas. Pemeriksaan itu kemudian sampai ke telinga Sudi, termasuk soal agenda pemanggilan dirinya oleh penyelidik Kajati DKI.

Sudi pun khawatir penanganan kasus ini bisa menyeretnya ke meja hijau. Kekhawatiran itu membuat dirinya memerintahkan Dandung untuk mencari cara agar penanganan kasus tersebut dihentikan.

Perintah itu kemudian itu laksanakan Dandung dengan bertemu seseorang bernama Marudut, orang yanng disebut dekat dengan Kajati DKI Sudung Situmorang.‬

Akhirnya terjadilah sebuah pertemuan antara Marudut, Sudung dan Tomo, di Kantor Kejati DKI. Dalam pertemuan itu disepakati bahwa penyelesaian kasus dugaan korupsi PT Brantas akan dibicarakan oleh Marudut dan Tomo.‬

‪”Selanjutnya, Tomo menyetujui untuk menghentikan penyidikan, dengan syarat Sudi memberikan sejumlah uang dan hal itu disetujui oleh Marudut,” beber Jaksa Irene.

Permintaan uang dari Tomo itu selanjutnya dilaporkan Marudut kepada Tomo, yang kemudian diteruskan ke Sudi. Sudi pun menyetujui permintaan tersebut, dan kembali memerintahkan Dandung untuk mengambil uang dari kas PT Brantas sejumlah Rp 2,5 miliar.

Sebanyak Rp 2 miliar uang tersebut kemudian diberikan Dandung kepada Marudut pada 31 April 2016 lalu, Rp 500 juta sisanya disimpan Dandung di meja kerjanya, di kantor PT Brantas. Dandung menyebut, uang Rp 500 juta itu akan digunakan untuk mengajak Sudi dan Tomo bermain golf.

Pada hari yang sama penyerahan uang, Marudut langsung menghubunfi Sudung dan Tomo. Dia bermaksud untuk memberikan uang Rp 2 miliar dari Sudi. Mereka pun bersepakat untuk bertemu di kantor Kejati DKI.

Namun sayang, sebelum berhasil menyerahkan uang itu Marudut lebih dulu ditangkap oleh Tim Satgas KPK.

Atas dugaanya itu, Sudi dan Dandung diancam pidana dalam Pasal 5 ayat 1 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Nebby