Jakarta, aktual.com – Mantan Menkopolhukam Mahfud MD mengatakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus membuka dokumen-dokumen perjanjian kerjasama pembangunan kereta cepat Whoosh, yang selama ini dokumen tersebut dirahasiakan.
“Dokumen-dokumen itu tidak pernah diakses. Sebenarnya seperti apa dokumen itu. Lalu penghitungannya seperti apa sih? Itu yang banyak dikhawatirkan oleh para ahli ya bukan oleh saya. Bahwa itu tidak layak,” ungkap Mahfud dal podcast Forum Keadilan pada Kamis 30 Oktober 2025.
Dan dokumen itu, kata Mahfud, seharusnya bukan rahasia negara. Artinya publik boleh tahu seperti apa sebenarnya perjanjian kereta api cepat itu.
Ada studi yang dilakukan oleh peneliti di Jerman mengenai kontrak-kontrak rahasia yang dilakukan Cina terhadap 24 negara sebanyak 142 kontrak kerjasama.
Isi dari sejumlah kontrak tersebut antara lain, ungkap Mahfud, yang paling utama adalah kerahasiaan. Kemudian, hutang negara terhadap Cina itu adalah hutang rakyat. Sehingga negara peminjam tidak boleh berhenti membayar utang ke Cina, tetap harus membayar.
Dalam klausul lainnya, setiap negara peminjam itu harus menyiapkan agunan atau jaminan yang dirahasiakan. Dan dokumen-dokumen jaminan negara peminjam itu hanya disimpan oleh Cina.
Contoh utang bermasalah atau jebakan utang Cina ini apa yang dialami oleh Sri Lanka. Negara ini menjaminkan aset pelabuhannya ke Cina. Dan dalam perjalanannya mereka tidak mampu bayar, sehingga pelabuhan itu diambil alih oleh Cina.
Jadi akan ada sesuatu jaminan yang diambil jika Indonesia gagal membayar utang. Jadi ada klausul dalam perjanjian itu, jika Indonesia oneprestasi maka, Cina akan mengambil tindakan atas jamina-jaminan tersebut.
Maka dokumen rahasia itu harus dicari oleh KPK. Baru setelah itu memeriksa orang-orang yang terlibat.
“KPK harus memanggil siapansaja. Presiden sekalipun. KPK harus memulaindari dokumen-dokumen itu dan mencari kejanggalan-kejanggalan. Lalu memeriksa perubahan angka dan siapa saja yang menghitung ulang proyek itu,” tandasnya.
Diungkapkan Mahfud, bahwa pada 30 Agustus melalui Keputusan Menkeu No 89 itu adalah aturan yang mengatur mekanisme jaminan hutang-hutang dengan pihak lain, termasuk kereta api. Berarti dengan aturan ini, kereta cepat ini adalah kerjasama yang berubah jadi utang negara.
Sehingga menurut Mahfud, selain Jokowi, Menkeu saat itu Sri Mulyani juga bisa dimintai keterangan oleh KPK. Lalu nanti jika sudah ada indikasi agak kuat bisa saja diperiksa bukan hanya dimintai keterangan. Itu jika sudah masuk level penyidikan. Artinya sudah ada bukti keterkaitan antara kebijakan dan peristiwa itu.
“Namun Menkeu saat itu tidak banyak berperan. Yang lebih banyak justru menteri BUMN Rini Soewandi. Kalau Pak Luhut justru menerima proyek itu ketika sudah jalan dan diminta (Jokowi) untuk membereskannya. Namun pak Luhut bilang saat itu bahwa proyek ini sudah busuk,” ungkapnya.
Ramainya proyek kereta cepat ini berawal dari Menkeu Purbaya yang ogah membayar utang Whoosh dari APBN. Ia menilai, proyek kereta cepat ini adalah perjanjian B Yo B bukan government.
Sementara itu, Presiden ke -7 Jokowi langsung menanggapi isu kereta cepat ini. Kepada wartawan Jokowi mengatakan, bahwa proyek kereta cepat dibangun guna mengatasi kemacetan parah di kawasan Jabodetabek dan Bandung.
“Prinsip dasar dari transportasi umum itu adalah layanan publik. Bukan mencari laba. Jadi bukan dikuru dari laba, tetapi diukur dari keuntungan sosial. Social retisn on Investment,” kata Jokowi pada 28 Oktober 2025.
Jokowi juga mengatakan, dirinya ngebet membuat kereta cepat, lantaran ingin menghilangkan kerugian keuangan akibat kemacetan yang selama 20 hingga 40 tahun terakhir belum terselesaikan.
“Kerugian kemacetan di Jabodetabek diperkirakan mencapai Rp60 triliun per tahun. Kalau ditambah dengan kawasan Bandung maka kerugian itu bisa mencapai Rp100 triliun per tahun,” ujarnya.
Namun persoalan sekarang adalah apakah kebijakan itu tepat ? Dengan biaya uang demikian besar dan membebani keuangan pemerintah atau BUMN? Apakah ada dugaan Mark up?
Artikel ini ditulis oleh:
Rizky Zulkarnain

















