Palu, Aktual.com – Dewan Perwakilan Rakyat mendukung usulan rencana revisi undang-undang nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, untuk disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi saat ini.

“Prinsipnya kami siap membantu usulan revisi undang-undang perlindungan konsumen untuk kemaslahan masyarakat,” ungkap Ketua Badan Legislasi DPR Supratman Andi Agtas, di Palu, Rabu (2/5).

Supratman Andi Agtas menjadi salah satu pembicara/narasumber dalam lokakarya nasional tentang revisi undang-undang perlindungan konsumen, yang digelar oleh Yayasan Lembaga Konsumen (YLK) Sulteng, di Kantor Gubernur Sulteng, Rabu.

Maman, sapaan akrab Supratman Andi Agtas meminta kepada Kementerian Perdagangan untuk segera merampungkan draf dan naskah akademik revisi UUPK.

“Materi harus segera dirampungkan dan dimasukkan ke Badan Legislasi DPR,” ujar Maman.

Ia mengaku bahwa rencana untuk merevisi UUPK belum masuk ke DPR khususnya Badan Legislasi. Karena itu, rencana tersebut belum menjadi program legislasi.

Ia berharap agar materi usulan revisi UUPK segera dirampungkan, sehingga dapat menjadi salah satu program legislasi.

“Salah satu syarat untuk menjadi program legislasi nasional yaitu harus ada materi berupa draf dan naskah akademik,” sebutnya.

Ia juga meminta kepada Kementerian Perdagangan untuk intens melakukan koordinasi dengan kementerian terkait lainnya terkait usulan rencana tersebut.

Supratman menganggap bahwa perlindungan terhaap konsumen dan produsen sangat penting. Karena itu, usulan merevisi UUPK sebagai bentuk pemberian perlindungan kepada konsumen dan produsen baik barang atau jasa perlu di tindak lanjuti.

Yayasan Lembaga Konsumen (YLK) Provinsi Sulawesi Tengah memandang sejumlah pasal pada Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen perlu direvisi.

Ketua YLK Sulawesi Tengah Salman Hadianto mengemukakan beberapa pasal dalam undang-undang perlindungan konsumen tidak lagi sesuai dengan kondisi lapangan.

“Karena banyak hal yang diatur dalam UU-PK itu tidak sesuai lagi dengan kebutuhan dan kondisi di lapangan, bahkan ada yg bertentangan dengan ketentuan yang lebih rendah seperti Permen,” kata Ketua YLK Sulteng Salman Hadianto.

Kata Salman, dalam Undang-Undang Perlindungan Kewenangan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) menjadi kewenangan kota/kabupaten.

Sementara dalam Permendag Nomor 06/M-DAG/PER/2/2017 tentang BPSK dinyatakan dialihkan menjadi kewenangan provinsi mengenai proses seleksi dan penganggaran.

Kemudian, sebut dia, pengakuan terhadap Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM) dalam UUPK hanya 5 pasal, sementra BPKN dan BPSK diatur secara lebih detail dan lebih dari 10 pasal.

 

Ant.

Artikel ini ditulis oleh: