Jakarta, Aktual.com – PT Telkom Indonesia telah mengobral Mitratel kepada TBIG. Menteri BUMN, Rini Soemarno diduga memuluskan tukar guling anak perusahaan Telkom Indonesia, yaitu PT Daya Mitra (Mitratel) kepada Tower Bersama Infrastruktur Group (TBIG).

Ketua Komisi VI DPR RI Hafizs Tohir menyebutkan, pihaknya sudah melarang dan memberikan peringatan keras atas penjualan Mitratel ini.

“Mitratel sudah kita larang untuk dijual. Dua kali surat rekomendasi Komisi VI dikeluarkan kepada pemerintah,” ujarnya kepada Aktual.com, Selasa (16/6).

Hafizs Tohir juga menekankan bahwa soal tukar guling Mitratel harus benar-benar dicek dulu kebenarannya, apakah sudah dijual di era Menteri BUMN, Rini Soemarno ini.

Perlu diketahui bahwa proses yang berlangsung saat ini ialah PT Telkom telah menanda tangani Conditional Sales ad Purchase Agreement (CSPA) atau perjanjian pengikatan jual beli (PPJB) dengan TBIG. Model transaksi yang disetujui bersama itu adalah Share Swap alias tukar guling saham.

Secara matematis, PT Telkom melepas 100% saham Mitratel kepada TBIG. Hal ini dilakukan PT Telkom Indonesia hanya untuk mendapatkan nilai saham 13,7%. Jadi, sudah tidak salah lagi jika ada indikasi permainan korupsi didalam pengesahan perjanjian ini.

TBIG tidak membayar dalam bentuk tunai kepada PT Telkom, melainkan hanya menukarnya dengan 290 juta lembar saham TBIG pada tahap pertama dengan 49% saham di Mitratel. Selanjutnya, TBIG menerbitkan 473 lembar saham baru pada saat PT Telkom Indonesia menukarkan sisa 51% saham Mitratel.

Transaksi dari tukar guling saham ini merugikan Negara karena beberapa hal, Diantaranya; pertama, pembayaran Bukan Tunai. PT Telkom berisiko menderita kerugian bila harga saham jatuh. Mengingat dinamika pasar saham yang tidak menentu akan selalu naik atau turun.

Kedua, Telkom menjual Mitratel dengan harga murah tapi membeli TBIG dengan harga mahal. Disaat yang bersamaan, XL Axiata menjual 3500 menara ke PT Solusi Tunas Pertama, Tbk dengan harga Rp5,6 triliun dalam bentuk tunai. Artinya, XL berhasil mendapat harga Rp1,6 miliar per menara.

Dengan demikian, potensi kerugian PT Telkom dalam penjualan 49% saham Mitratel menjadi 49% x 3920 menara x Rp400 juta per menara = Rp768 miliar. Bahkan dalam surat yang dibuat oleh Komisaris Independen Telkom ketika itu, Virano Gazi Nasution, Negara pemegang saham bisa dirugikan Rp6 triliun pada saat penutupan transaksi, dan bahkan bisa mencapai 50 triliun.

Telkom akan kehilangan kendali sepenuhnya atas Mitratel. Penjualan 49% saham Mitratel juga disertai dengan persetujuan Telkom untuk melepas kendali manajeman ke TBIG, padahal Telkom masih memegang saham terbesar, yaitu 51%.

Disisi lain, apabila kepemilikan saham di bawah 25% saham TBIG, maka Telkom akan terkena pajak dividen saat TBIG membagikan dividen. Bahkan 13,7% saham PT Telkom di TBIG merupakan investasi portofolio dengan hak-hak yang sangat terbatas.

Pemeran utama yang menanda tangani perjanjian pengikatan jual beli (PPJB) dalam drama tukar guling saham ini adalah mantan Direktur Telkom Indonesia yang hari ini menjabat sebagai Menteri Pariwisata, Arief Yahya dan pihak TBIG diakhir masa jabatan SBY-Boediono.

Artikel ini ditulis oleh: