Jakarta, Aktual.com – Komisi I DPR RI menyatakan akan mengawal secara serius kasus penahanan seorang anak warga negara Indonesia (WNI) berinisial KL di Yordania. DPR mengaku sudah berkoordinasi dengan Kementerian Luar Negeri, dan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Amman untuk memastikan proses penanganan berjalan efektif.
“Komisi I DPR RI menegaskan komitmennya untuk mengawal secara serius kasus penahanan anak WNI di Yordania. Saat ini, kami telah berkoordinasi intensif dengan Kementerian Luar Negeri dan lembaga terkait, termasuk KBRI Amman,” kata Wakil Ketua Komisi I DPR RI Dave Laksono saat dihubungi, Jakarta, Senin, (22/12/2025).
Sebelumnya diberitakan, anak WNI berinisial KL ditangkap aparat keamanan Yordania di rumahnya di Kota Amman dan ditahan sejak 19 Mei 2025. Ibu korban, Rita Endrawati, menyampaikan penangkapan dan pemeriksaan dilakukan tanpa pendampingan hukum maupun pendamping orang dewasa.
“Anak saya ditangkap dan diinterogasi tanpa didampingi kuasa hukum atau orang dewasa. Baik saat ditangkap di rumah maupun selema pemeriksaan di kantor polisi,” ungkap Rita melalui keterangan tertulis, kepada aktual.com, Senin (15/12).
Menurut Dave, DPR memantau setiap perkembangan kasus tersebut guna memastikan tidak ada kelalaian dalam perlindungan negara terhadap warganya, terutama karena yang ditahan adalah anak di bawah umur.
“Setiap perkembangan kasus dipantau secara langsung agar tidak ada celah dalam perlindungan warga negara, khususnya dalam menjamin hak-hak anak yang sedang menghadapi proses hukum di luar negeri,” ujarnya.
Namun, hingga kini keluarga anak WNI tersebut menyebut belum ada kunjungan langsung dari pihak KBRI ke tempat penahanan, meskipun permintaan telah disampaikan berulang kali. Kondisi ini memunculkan pertanyaan mengenai efektivitas koordinasi yang diklaim pemerintah dan DPR.
Dave menyatakan Komisi I menekankan pentingnya laporan yang transparan dan berkelanjutan dari pemerintah agar publik memperoleh kepastian bahwa negara benar-benar hadir.
“Kami menekankan pentingnya laporan yang transparan, detail, dan berkelanjutan. Ini penting agar publik mengetahui bahwa mekanisme diplomasi dan perlindungan hukum berjalan sesuai standar,” katanya.
Dave juga menegaskan bahwa perlindungan hak anak harus menjadi prioritas utama, sejalan dengan prinsip-prinsip konvensi internasional yang mengatur perlakuan terhadap anak yang berhadapan dengan hukum.
“Perlindungan hak anak sesuai konvensi internasional harus dijalankan, termasuk hak atas pendampingan hukum, akses kesehatan, serta komunikasi dengan keluarga. Negara tidak boleh abai terhadap aspek kemanusiaan ini,” ujar Dave.
Terkait tuduhan terorisme yang diarahkan kepada anak WNI tersebut, Dave meminta agar proses verifikasi dilakukan secara terbuka dan berbasis bukti yang sahih. Ia menekankan perlunya pengawasan agar tidak terjadi stigma yang dapat merugikan masa depan anak.
“Pengawasan dilakukan untuk memastikan tidak ada stigma atau tuduhan yang tidak berdasar, serta menjamin hak-hak hukum anak tersebut tetap dihormati sepanjang proses berlangsung,” katanya.
Di sisi lain, Komisi I DPR RI mendorong pemerintah untuk mengintensifkan langkah diplomatik, baik melalui jalur bilateral maupun multilateral, guna mempercepat pembebasan dan pemulangan anak tersebut ke Indonesia.
“Diplomasi yang tegas namun konstruktif menjadi kunci dalam melindungi kepentingan WNI di luar negeri,” ujar Dave.
Rita Endrawati, ibu dari KL, mengatakan anaknya masih di bawah umur dan menimbang kondisi korban yang butuh perhatian khusus, memohon agar KBRI untuk lebih cepat tanggap.
Kondisi psikologis KL disebut terus menurun selama masa penahanan, sementara kunjungan hanya bisa dilakukan dua kali dalam sepekan. Rita juga menyampaikan kondisi kesehatan anaknya yang sempat mengalami kejang dan tremor.
Laporan kesehatan telah dikirimkan sejak awal penahanan, namun penanganan medis baru diberikan setelah kondisinya memburuk. Saat ini KL masih menjalani pengobatan.
Terkait kelanjutan perkara, Rita mengatakan jika proses berjalan baik, kasus tersebut diperkirakan dapat selesai pada akhir Maret 2025. Ia berharap pendampingan dari perwakilan Indonesia terus diupayakan secara maksimal dan tidak berhenti pada prosedur administratif.
Laporan: Taufik Akbar Harefa
Artikel ini ditulis oleh:
Eroby Jawi Fahmi















