Anggota Komisi I DPR RI Christina Aryani. Foto: Oji/Man

Jakarta, Aktual.com – Anggota Komisi I DPR RI Christina Aryani meminta pemerintah, untuk memperketat pengawasan kepada pengungsi Rohingya di Indonesia.

Dalam keterangan resmi di Jakarta pada hari Selasa (19/12), Christina menyoroti kelemahan dalam pengawasan, terutama setelah ditemukan bahwa pengungsi Rohingya telah memasuki wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT) dengan menggunakan Kartu Tanda Penduduk (KTP) palsu, yang diduga dibuat di Kota Medan.

“Kondisi ini sangat disesalkan dan juga memalukan. Bukti pengawasan di tempat penampungan sangat lemah, di mana mereka dapat masuk dan keluar tanpa kendala, bahkan sampai ke NTT dengan membawa KTP Medan,” ujar Christina dengan tegas.

Lanjutnya, kejadian ini menjadi indikasi lemahnya pengawasan terhadap pengungsi dan mencerminkan kinerja birokrasi pemerintah yang mengeluarkan KTP.

Christina mendesak agar kasus ini diselidiki secara menyeluruh, dan tindakan tegas diambil terhadap semua pihak yang terlibat dalam pemberian KTP kepada warga negara asing.

Menurutnya, penanganan serius diperlukan oleh pemerintah, bukan hanya sebatas imbauan atau penyesalan atas kejadian ini yang sudah terjadi. Evaluasi mendalam harus dilakukan, karena dampaknya bisa menjadi lebih kompleks.

“Jika pengawasan lemah dan KTP dapat dipalsukan, itu menjadi peluang bagi mereka untuk bekerja di Indonesia, padahal masih banyak warga kita yang menganggur. Dari delapan orang yang tertangkap, sangat mungkin masih ada yang lain. Hal ini harus diusut tuntas,” tambahnya.

Christina berharap agar pemerintah mengambil tindakan tegas, termasuk meninjau kembali kebijakan penerimaan warga Rohingya dan melakukan pendataan menyeluruh terkait jumlah mereka yang saat ini berada di Indonesia serta mencari solusi terbaik.

“Oleh karena itu, patroli laut harus ditingkatkan secara efektif. Jika ada kapal yang mencurigakan, mereka harus diarahkan untuk melanjutkan perjalanan mereka tanpa masuk ke wilayah Indonesia,” pungkasnya.

Diketahui, tim pengawasan orang asing Polres Belu, Nusa Tenggara Timur, berhasil menangkap delapan pengungsi Rohingya di Desa Takirin, Kecamatan Tasifeto Timur, Kabupaten Belu, NTT. Mereka sebelumnya berangkat dari Bangladesh menuju Malaysia, melalui perjalanan yang melibatkan Medan dan berakhir di Nusa Tenggara Timur. Saat diperiksa, mereka mengklaim tinggal di NTT selama dua pekan.

Para pengungsi ini tidak hanya lancar berbahasa Indonesia, tetapi juga memiliki KTP dengan alamat di beberapa kabupaten di NTT, yang mereka peroleh di Medan dengan membayar Rp300 ribu setiap orang. Mereka menyatakan bahwa tujuan masuk ke Indonesia adalah untuk mencari pekerjaan.

Artikel ini ditulis oleh:

Sandi Setyawan