Menkeu Sri Mulyani (kiri) berbincang dengan Menteri PPN/Kepala Bappenas Bambang Brodjonegoro (kanan) sebelum mengikuti arahan Presiden Joko Widodo tentang program Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) di Istana Negara, Jakarta, Kamis (28/7). Presiden Joko Widodo meminta kepada pejabat Eselon I, II dan III Ditjen Pajak, Kementerian Keuangan untuk pro aktif, serius dan siap melayani para wajib pajak yang akan mengikuti program pengampunan pajak. ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf/pras/16.

Jakarta, Aktual.com – Pengamat Ekonomi senior Drajad Wibowo meragukan Sri Mulyani Indrawati yang kembali diangkat sebagai Menteri Keuangan diragukan akan membawa perubahan ekonomi yang lebih baik. Pasalnya, di eranya sebagai Menkeu kendati pertumbuhan ekonomi tinggi, tapi tetap dianggap tidak berkualitas.

“Pertanyaannya, apakah mbak Ani (Sri Mulyani) akan lebih baik dari yunior-nya (Menkeu sebelumnya) itu? Saya sangsi. Mas Bambang (Bambang Brodjonegoro) saya rasa sedang apes. Karena siklus ekonomi global sedang turun,” ujar Drajad, di Jakarta, Jumat (29/7).

Pasalnya, selama ini Indonesia sangat bergantung ekspor komoditas, sehingga ketika harga komoditas anjlok, pertumbuhan ekonomi turun, penerimaan pajak juga tidak memenuhi target.

“Justru jangan melihat keberhasilan Sri Mulyani saat jadi Menkeu. Sebab, saat itu, siklus perekonomian Indonesia sedang naik. Tapi kendati naik, tapi tidak berkualitas,” cetus dia.

Bagi Drajad, kala itu, dengan duet Sri Mulyani dan Gubernur BI saat itu, Boediono pertumbuhan ekonomi memang cepat, tapi tidak berkualitas.

“Yang ada, Sri Mulyani itu tidak segan-segan membebani APBN. Justru di eranya itu, pernah terjadi kupon (bunga) obligasi yang sangat tinggi. Jadi, obligasi termahal terbit ya zaman Sri Mulyani saat Menkeu,” ungkap Drajad.

Makanya, dengan diangkat Sri, Drajad melihat langkah Presiden ini telah menggali lubang politik sendiri. Selama ini, citra Presiden masih bagus karena dinilai “merakyat dan bersih”.

“Tapi dengan pengangkatan Sri Mulyani justru telah merusak citra “merakyat” Jokowi. Karena ideologi ekonomi Sri Mulyani tidak cocok dengan Tri Sakti dan Nawa Cita yang menjadi jargon kampanye Jokowi,” ketus dia.

Memang dia mengakui, sosok Sri disenangi para pelaku pasar keuangan, terutama fund managers asing. Dengan begitu, akan ada bonus pertumbuhan dari sektor keuangan dan jasa keuangan, yang mungkin sedikit meluber ke sektor non-keuangan. Ini sisi positif Sri Mulyani.

“Namun dana yang masuk biasanya adalah dana jangka pendek. Sehingga, selain menjadi sumber risiko instabilitas, hal ini biasanya semakin memperlebar kesenjangan, baik antar penduduk maupun antar sektor,” kritik dia.

Dia mengingatkan risiko politik dengan diangkatnya Sri Mulyani. Seperti diketahui, Sri Mulyani adalah sosok di belakang bail out Bank Century.

“Saat ini, secara politik dan hukum memang sepertinya aman. Tapi siapa tahu jika tiba-riba dinamika politik berubah? Itu mestinya dipertimbangkan oleh Pak Jokowi,” ingat Drajad.

(Busthomi)

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Arbie Marwan