Bagaimana peluang PBB di pemilu 2019? (ilustrasi/aktual.com)

Jakarta, Aktual.com – Partai Bulan Bintang (PBB) tampak hilang dari hingar bingar politik nasional dalam beberapa tahun belakangan. Partai yang dipimpin oleh Yusril Ihza Mahendra ini memang absen di Senayan selama 10 tahun lantaran tidak memenuhi ambang batas parlemen (parliamentary threshold) dalam Pemilu 2009 dan 2014.

Meskipun demikian, PBB masih memiliki sekitar 380 kader yang menjabat sebagai anggota DPRD provinsi dan kabupaten/kota.

“Kita selalu ada tapi kita tidak pernah tampil di parlemen pusat karena kita tidak ada keterwakilan di sana,” komentar Sekjen PBB, Afriansyah Noor dalam sebuah wawancara di Jakarta, 21 April 2018.

Pria yang akrab disapa Ferry ini menyatakan, absennya PBB dalam pentas politik nasional dalam satu dekade terakhir bukanlah menjadi hambatan untuk menarik simpati masyarakat.

Menurutnya, figur Yusril sebagai Ketua Umum PBB masih menjadi magnet bagi sebagian khalayak, khususnya para aktivis Islam. Selain itu, ia menjelaskan jika konsistensi PBB dalam menyuarakan suara umat dan ditambah momentum aksi 212 merupakan kunci dari keberhasilan PBB dalam Pemilu kelak.

Tahun lalu sosok Yusril memang menjadi figur yang sangat akomodatif terhadap beberapa kelompok Islam. Selain menjadi kuasa hukum dari Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), Mensesneg Kabinet Bersatu I ini juga sempat menjadi mediator antara pemerintah dengan Imam Besar Front Pembela Islam (FPI), Habib Rizieq Shihab.

HTI sebagaimana diketahui, merupakan ormas yang harus bubar jalan lantaran pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan atau Perppu Ormas.

Sementara, Habib Rizieq terpaksa harus lari ke Arab Saudi setelah menjadi korban diskriminasi pihak kepolisian dalam kasus dugaan pornografi dengan Firzha Husein. Ia menjadi tersangka tanpa sekalipun diperiksa sebagai saksi oleh pihak kepolisian.

Ucapan Ferry bukan isapan jempol belaka. Dalam sebulan terakhir, partai yang didirikan pada 17 Juli 1998 ini dimasuki oleh sejumlah beberapa figur ternama.

Nama pertama adalah masuknya mantan politisi Gerindra yang juga eks Ketua Umum PSSI, La Nyalla Mattaliti. Meskipun tak mendapatkan kedudukan dalam jajaran kepengurusan partai, La Nyalla mendapat tugas khusus mendongkrak raihan suara PBB di daerah pemilihan (dapil) Jawa Timur dalam Pemilu nanti.

La Nyalla sendiri pernah menjadi tim sukses dari pasangan Megawati Soekarnoputri-Prabowo Subianto (Pemilu 2009) dan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa (Pemilu 2014).

Pria berusia 59 tahun ini juga dikenal sebagai Ketua MPW Pemuda Pancasila (PP) Jawa Timur sejak 2012 silam. Ormas inilah yang menjadi basis massa dari La Nyalla di Jawa Timur.

Selain itu, ia juga diketahui menjabat sebagai Ketua Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jawa Timur. La Nyalla diresmikan sebagai anggota PBB pada 21 April 2018.

Nama kedua yang bergabung ke dalam PBB adalah Ahmad Yani. Mantan politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang juga pernah menjadi anggota Komisi III DPR RI ini menegaskan bahwa kepindahannya dilakukan karena PBB dipandangnya sebagai representasi dari umat Islam.

“Saya tegaskan kami bukan mewakili kubu Djan atau Romi. Djan, yang memutuskan mendukung Ahok tidak sejalan dengan keinginan kader. Begitu juga Romi yang sikap politiknya tidak berseberangan dengan umat,” ujar Ahmad Yani di kantor DPP PBB, Jakarta Selatan, 16 April 2018.

Ahmad Yani memang salah seorang yang menginisiasi adanya PPP Khittah. Pendirian PPP Khittah dilakukan lantaran partai berlambang Ka’bah ini tak kunjung islah.

Selain itu, Yani menyebut sejumlah kebijakan politik yang diambil PPP juga membuat sejumlah kader kecewa dan berniat pindah ke PBB. Beberapa kebijakan PPP yang dianggap tidak tepat adalah pencalonan Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sebagai Cagub DKI Jakarta, dukungan atas Perppu Ormas, hingga dukungan kepada Sihar Sitorus di Pilkada Sumut.

“PBB sekarang sudah jadi magnitude yang menyuarakan aspirasi umat Islam. Kita bergabung ke sini ingin menjadi bagian untuk memperjuangkan kepentingan umat,” terangnya.

Di antara gerbong ini, terdapat nama Tamam Achda selaku Wakil Ketua Umum PPP kubu Romi, Anwar Sanusi selaku anggota Majelis Tinggi PPP kubu Romi, mantan Sekjen PPP Somali Abdul Malik hingga Abraham Lunggana alias Haji Lulung.

Tidak hanya itu, Yani bahkan mengklaim akan membawa dua juta suara untuk mendongkrak perolahan suara PBB dalam Pemilu tahun depan. Jumlah kader PPP yang akan bergabung ke PBB disebut akan mencapai 50 orang.

Selain nama-nama di atas, nama lain yang bergabung ke PBB adalah mantan politisi PAN, Djoko Edhi Abdurachman. Ketika ditanya ini, Ferry mengungkapkan jika merapatnya sejumlah tokoh ini bukan disebabkan oleh keinginan PBB belaka.

Ia menekankan bahwa bergabungnya La Nyalla, Djoko Edi dan Ahmad Yani cs ini dikarenakan dua hal, yaitu konsistensi perjuangan PBB dan kesamaan visi misi antara PBB dengan para politisi itu.

Menurut Ferry, setelah dizalimi oleh KPU dalam tahapan verifikasi seleksi parpol calon peserta Pemilu 2019 yang lalu, PBB telah menuai simpati dari berbagai kalangan, termasuk kalangan aktivis dan politisi Islam.

Dalam verifikasi faktual yang dilakukan KPU pada Februari lalu, PBB memang dinyatakan tidak lolos sebagai peserta Pemilu 2019 karena partai ini tidak memiliki kepengurusan yang lengkap di Kabupaten Manokwari Selatan, Papua Barat.

PBB sendiri berjuang melawan keputusan KPU dan berhasil memenangkan banding di Bawaslu. Ferry mengungkapkan jika ketidaklolosan PBB sendiri bukan keputusan murni yang diambil KPU, melainkan merupakan titipan dari Istana.

Ia pun mengaku telah mengkonfirmasi terkait hal ini.

“Ada pesan khusus dari Istana, (pesan) dari pemerintah agar PBB tidak lolos. Karena ada potensi PBB bisa jadi parpol besar di republik ini dan itu berbahaya,” ungkapnya.

Namun, Feri mengakui jika simpati dari berbagai kalangan kepada PBB diawali oleh terlibatnya Yusril dalam sejumlah perkara yang dialami oleh orang-orang yang diduga menjadi lawan politik pemerintah. Mulai dari kasus makar yang menimpa Rachmawati Soekarnoputri dan Ratna Sarumpaet hingga kasus pembubaran HTI akibat terbitnya Perppu Ormas.

“Dan konsistennya Pak Yusril juga dalam membela umat, akhirnya tokoh-tokoh tadi merasa bahwa PBB merupakan wadah yang tepat untuk bergabung. Mereka datang dan menemui Pak Yusril, bukan kita yang ngajak, mereka yang datang dengan kesadaran sendiri,” terang Feri.

Artikel ini ditulis oleh:

Teuku Wildan