Pengamat politik asal Universitas Islam Negeri (UIN) Syarief Hidayatullah, Iding Rosyidin. AKTUAL/ ISTIMEWA

Potensi PBB 2019?

Beberapa pengamat pun telah memprediksi bahwa PBB akan mampu berbicara banyak dalam Pemilu nanti, setidaknya di antara sesama parpol Islam.

Terkait hal ini, pengamat politik asal UIN Syarief Hidayatullah, Iding Rosyidin memiliki pandangan tersendiri. Menurutnya, banyaknya politikus yang tergabung ke dalam PBB, merupakan cara partai ini untuk mencari sosok lain di luar figur Yusril, yang dapat mendongkrak perolehan suara partai dalam Pemilu nanti.

Ia mencontohkan sosok Haji Lulung yang memiliki basis massa kuat di Jakarta dan La Nyalla di Jawa Timur. Menurut Iding, hal ini sangat penting untuk membuat PBB memenuhi ambang batas parlemen 4% sebagai syarat lolos ke Senayan.

“Makanya perlu orang-orang yang bisa menjadi pendulang suara. Jadi ini pertimbangan-pertimbangan pragmatis partai politik,” kata Iding kepada Aktual.

Terkait persaingan dengan partai Islam yang lain, Iding memandang jika PBB harus bekerja keras untuk mencari basis massa yang tepat lantara empat parpol Islam lainnya telah memiliki pendukung tradisional.

Ia mencontohkan PKB dan PPP yang memiliki basis tradisional dalam Nahdlatul Ulama (NU). Begitu juga PAN yang melekat dengan Muhammadiyah.

“Nah orang-orang Islam yang di luar itu, itu yang akan menjadi pertarungan di antara mereka. Bagaimana PBB mampu menarik mereka dari PPP, PKB, dan PAN?” jelasnya.

Meskipun mengklaim telah mendapat dukungan dari berbagai ormas, Iding sedikit skeptis dengan itu. Menurutnya, belum ada sikap resmi dari ormas-ormas seperti FPI, Persis atau eks kader HTI yang disebut-sebut akan mendukung PBB.

Terlebih beberapa hari lalu, para petinggi Persaudaraan Alumni (PA) 212 telah bertemu dengan Presiden Joko Widodo di Istana Negara.

“Menurut saya ibarat gelombang itu masih baru riaknya ya. Karena kita belum tahu juga kita ini seperti apa. Kita kan masih ada kemungkinan-kemungkinan ya,” terang Iding.

Hal senada juga diungkapkan oleh Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR), Ujang Komarudin. Dibandingkan dengan partai Islam lainnya yang sudah cenderung established, PBB belum memiliki basis massa yang paten.

Hal ini juga ditambah dengan minimnya tokoh-tokoh di daerah yang dimiliki oleh PBB untuk mendulang suara di daerah itu. Ujang pun membandingkan dengan strategi Partai Nasdem, yang merekrut kepala daerah maupun eks kepala daerah yang memiliki sumber daya finansial dan juga basis massa yang mumpuni.

“Bagaimana merekrut kepala daerah untuk bergabung ke PBB. Ini penting, karena kepala daerah ini mempunyai peran yang penting dalam perkembangan Pileg dan Pilpres nanti,” kata Ujang saat dihubungi Aktual.

Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR), Ujang Komarudin. AKTUAL/ ISTIMEWA

Dalam Pilkada serentak 2018, diketahui terdapat 7 kader PBB yang berpartisipasi, baik sebagai calon kepala daerah maupun calon wakil kepala daerah.

Selain itu, partai ini juga masih memiliki ratusan kader yang menjadi anggota DPRD di tingkat provinsi dan kabupaten/kota.

Hal ini, jelas Ujang, adalah unsur-unsur yang perlu dimaksimalkan oleh PBB guna memenuhi ambang batas parlemen sebesar 4%. Ia menambahkan, para kader di daerah nantinya akan sangat menentukan lantaran menjadi mesin penggerak di lapangan saat hari pemungutan suara.

Menurutnya, banyaknya dukungan yang mengalir ke PBB tidak akan menjadi apa-apa jika tidak dibarengi gerakan yang terorganisasi dan massive di lapangan.

“Karena kalau hanya sekedar dukungan saja tanpa dibarengi dengan gerakan lapangan akan sulit. Karena pertarungannya bukan hanya di udara, bukan hanya pertarungan di media, tapi pertarungan darat juga ada, dan ini yang paling penting,” papar pria yang menjadi dosen ilmu politik di Universitas Al-azhar Indonesia ini.

“Belum lagi mereka harus melawan money politic yang dilakukan partai-partai lain,” sambungnya.

Ujang pun berkaca kepada PKS pada Pemilu 2014 lalu. Saat itu, PKS diserang secara bertubi-tubi terkait kasus impor daging sapi yang melibatkan mantan Presidennya, Lutfi Hasan Ishaaq.

Namun, serangan tersebut dapat diantisipasi dengan gerakan di bawah tanah dan membuat PKS tetap lolos ke Senayan. Perolehan PKS pada 2014 bahkan mencapai 8.480.204, melebih perolehan suara mereka dalam Pemilu 2009 yang mencapai 8.206.955 suara.

Ia berpendapat, jika PBB mengkombinasikan dukungan eksternal yang mengalir begitu banyak dengan kesolidan internal, bukan tidak mungkin jika partai ini akan menjadi kuda hitam dalam Pemilu nanti.

“Harus, justru konsolidasi internal yang lebih penting karena tanpa kesolidan partai takkan bergerak, belum lagi kita bicara logistik. Kesiapan logistik juga akan membantu dalam Pemilu ya,” pungkasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Teuku Wildan