Jakarta, Aktual.co — Mantan Ketua Tim Reformasi Tata Kelola Migas (RTKM) Faisal Basri menuding Hatta Rajasa sebagai biang keladi kekacauan industri bauksit nasional. Kekacauan tersebut bermula pada masa pencalonan Hatta Rajasa menjadi calon wakil presiden 2014 lalu, dimana Hatta melarang ekspor mineral mentah (raw material) termasuk bauksit hingga akhirnya tertuang dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 1 Tahun 2014 terbit pada tanggal 12 Januari 2014.

Menanggapi hal tersebut, sesama ekonom, Faisal Basri diingatkan juniornya Dradjat Wibowo agar tidak sembrono dalam membangun hubungan kausalitas antar fakta. Apabila Faisal Basri sebagai mahasiswa, dirinya menganggap Faisal tidak akan lulus.

“Semestinya Faisal berhati-hati dalam membangun hubungan kausalitas antar fakta. Kalau mahasiswa bimbingan seperti itu, pasti tidak akan saya luluskan,” kata Dradjat Wibowo dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, Selasa (26/5).

Menurutnya, Permen terkait smelter merupakan perintah UU Nomor 4 tahun 2009 Tentang Minerba yang wajib berlaku 12 Januari 2014. Hal tersebut tak ada hubungan sama sekali dengan Pilpres lalu.

“Apa keuntungannya Pilpres dengan urusan smelter, ini analisis salah sama sekali dan tidak ada hubungannya sama sekali,” jelasnya.

Lebih lanjut dikatakannya, pada saat penyusunan UU Minerba yang mewajibkan pembangunan smelter ini banyak tekanan asing dan antek-anteknya agar Indonesia tak perlu membangun Smelter. Mereka ingin Indonesia tetap sebagai eksportir mineral mentah.

“Kepentingan asing dan anteknya ingin menguras Kekayaan alam Indonesia. Indonesia cukup jadi kuli keduk saja. Mereka adalah raksasa-raksasa tambang di Indonesia maupun dunia. Pertarungan ideologi ekonomi tidak akan pernah berhenti. Pemerintahan Jokowi-JK harus konsisten menjalankan perintah UU tersebut dan tidak tunduk pada tekanan asing dan antek-anteknya,” pungkasnya.

Artikel ini ditulis oleh:

Eka