Jakarta, Aktual.co — Ekonom OCBC Bank, Wellian Wiranto berpendapat pemerintah sebaiknya terus melanjutkan akselerasi pembangunan infrastruktur, meskipun terdapat risiko pelebaran defisit transkasi berjalan dan defisit anggaran karena pelemahan kurs rupiah terhadap dolar AS.

Wellian di Jakarta, Kamis (12/3), mengatakan meskipun depresiasi rupiah yang terus berlanjut dapat menaikkan nilai impor barang modal yang digunakan membangun infrastruktur, namun pemerintah tidak memiliki pilihan lain yang lebih baik. “Kalau pemerintah mengerem (pembangunan) dan tidak bangun infrastruktur sekarang, dampaknya lebih buruk. Impor mesin (barang modal) hanya satu kali, tapi dampak positifnya bisa berkepanjangan bagi iklim investasi,” ujar dia.

Adapun kurs tengah Bank Indonesia pada Kamis siang ini menunjukan nilai tukar rupiah di Rp13.176 per dolar AS.

Menurut Wellian, pelaku pasar saat ini fokus menanti reformasi struktural ekonomi Indonesia, salah satunya dari realisasi komitmen pembangunan infrastruktur oleh pemerintah. “Jika pemerintah tidak bangun infrastruktur dampaknya akan lebih luas,” ucap dia.

Wellian menuturkan sesuai strategi pemerintah yang mengandalkan investasi, realisasi pembangunan infrastruktur ini yang dapat menjadi kunci untuk terus menarik investor asing menanamkan modalnya di Indonesia. “Investor lebih melihat jika rupiah melemah memang karena faktor global, tapi jika kondisi ekonomi domestik tidak juga membaik, salah satunya dengan infrastruktur, investor juga bisa pergi,” ujar dia.

Oleh karena itu pula, Wellian memprediksi impor barang modal, yang digunakan untuk membangun infrastruktur, akan berkontribusi pada pelebaran defisit neraca transaksi berjalan di kisaran tiga persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada 2015. Ia memprediksi defisit neraca transaksi berjalan di kisaran 3 hingga 3,2 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada 2015.

Senada dengan perkiraan Bank Indonesia sebelumnya, Wellian meyakini defisit pada tahun ini akan lebih banyak digunakan untuk pembiayaan-pembiayaan sektor produktif, dibanding pada beberapa tahun sebelumnya yang banyak digunakan untuk impor minyak olahan karena didorong kebijakan subidi BBM. Sedangkan, untuk defisit APBN-P, pemerintah mengasumsikan defisit di kisaran 1,9 persen, dengan total belanja negara Rp1.984 triliun dan pendapatan negara Rp1.761,6 triliun.

Dari total belanja itu, pemerintah menganggarkan Rp290,3 triliun untuk pembangunan infrastruktur. Investasi pemerintah tersebut paling banyak dialokasikan untuk Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PU-Pera) sebesar Rp105 triliun. Namun, dengan banyaknya tekanan dari perekonomian global, termasuk pelemahan rupiah yang dapat berkepanjangan, Wellian memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 5,4 persen, atau lebih rendah dari asumsi pemerintah sebesar 5,7 persen.

“Lumayan stabil untuk domestik, tapi faktor global masih jadi tanda tanya besar,” imbuh dia.

Di sisi lain, dia mengingatkan, untuk kontribusi bagi pertumbuhan ekonomi, pemerintah juga harus menggiatkan diversifikasi ekpor dan pengembangan industri manufaktur, karena daya ekspor yang terus melemah karena faktor ekonoi global.

Artikel ini ditulis oleh: