Jakarta, Aktual.com – Majelis Hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menolak banding mantan Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) DKI Jakarta, Jaya (63).

Alhasil, Jaya pun tetap dihukum 3,5 tahun penjara. Jaya dinyatakan hakim terlibat kasus patgulipat tanah di daerah Cakung, Jakarta Timur, sehingga merugikan pemilik tanah senilai Rp 600 miliar.

“Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi DKI Jakarta pada 30 September 2019 bertempat di Kantor Wilayah BPN Provinsi DKI Jakarta telah menerbitkan Surat Keputusan Kepala Kantor Wilayah BPN DKI Jakarta Nomor 13/PBT/BPN.31/IX/2019 tanggal 30 September 2019 yang isinya tentang pembatalan 20 Sertifikat Hak Milik (SHM) beserta turunannya 38 Hak Guna Bangunan (HGB),” ucap majelis tinggi PT Jakarta yang diketuai, Nelson Pasaribu, sebagaimana tertuang dalam putusan PT Jakarta yang dilansir dari websitenya, Senin (27/2).

Bermodal SK Nomor 13/PBT/BPN.31/IX/2019 itu, Abdul Halim mengajukan sertifikasi hak milik di atas lahan PT Selve Veriate ke Kantor Pertanahan Jakarta Timur.

Lantas Jaya mengarahkan bawahannya, sehingga hak tanah itu beralih kepada Abdul Halim.

“Terdakwa membuat dan menandatangani SK tersebut seolah-olah ada permintaan dari saksi Sofyan Djalil (eks Menteri Agraria/BPN-red) melalui chat/pesan khusus sedangkan hal tersebut tidak benar sama sekali adanya permintaan/perintah dari saksi Sofyan Djalil tersebut,” ujar majelis.
Perbuatan Jaya dinilai bertentangan dengan hukum yang berlaku atau dapat dikatakan adalah tidak sah. Akan tetapi dengan surat keputusan tersebut digunakan Jaya untuk membatalkan 38 HGB PT. Salve Veritate dan selanjutnya oleh Abdul Hakim digunakan untuk permohonan Sertifikat Hak Milik (SHM) atas lokasi tanah menjadi atas namanya sendiri.

“Sehingga akibatnya PT Salve Veritate mengalami kerugian yang ditaksir sebesar kurang lebih Rp.600.000.000.000,” tutur majelis.

Jaya harus mempertanggungjawabkan perbuatannya di muka hukum. Jaksa menuntut Jaya selama 5 tahun penjara.
Pada 15 Desember 2022, PN Jakpus menjatuhkan hukuman 3,5 tahun penjara kepada Jaya karena terbukti melakukan tindak pidana membuat surat palsu. Jaksa dan Jaya tidak terima dan sama-sama mengajukan banding. Apa kata PT Jakarta?

“Menguatkan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tanggal 15 Desember 2022 Nomor 545/Pid.B/2022/PN.Jkt.Pst., yang dimintakan banding tersebut,” ujar anggota majelis Mulyanto dan Chrisno Rampalodji
Hakim menilai, Jaya terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak pidana membuat surat palsu sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 263 ayat (1) KUHP. Sebagaimana dakwaan alternatif pertama.

Dalam menjatuhkan putusan, hakim mempertimbangkan hal-hal yang meringankan dan memberatkan. Hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa telah menimbulkan kerugian dan dianggap tidak menjalankan sistem pemerintahan yang baik.
Sementara hal yang meringankan, terdakwa bersikap sopan selama persidangan, sudah berusia lanjut, dan sudah mengabdi selama 38 tahun di kantor pertanahan.

Kasus pemalsuan dokumen yang melibatkan Jaya ini, merupakan buntut dari sengketa lahan di Cakung Barat, Cakung, Jakarta Timur pada 2019-2020 lalu. Jaya dianggap melanggar Pasal 263 KUHP karena membuat surat palsu yang menimbulkan kerugian.

Jaya dinilai telah melakukan pembuatan surat palsu atau memalsukan surat yang diperuntukkan sebagai bukti suatu hal.
Perbuatan itu dilakukan dengan maksud menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu yang dapat menimbulkan kerugian.

Surat palsu itu berkaitan dengan surat pembatalan 20 sertifikat hak milik (SHM) atas nama Benny Simon Tabalujan, serta 38 sertifikat hak guna bangunan (SHGB) atas nama PT. Salve Veritate.

Pembatalan itu dikeluarkan melalui Surat Keputusan (SK) Nomor: 13/Pbt/BPN.31/IX/2019 pada 2019 lalu. Pasca pembatalan tersebut, Jaya lantas menerbitkan SHM atas nama Abdul Halim di atas hak SHGB tersebut.

Saat dihadirkan pada persidangan Jumat (28/10), Abdul Halim yang kini berstatus tersangka dugaan pemalsuan dokumen dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) di Bareskrim Polri, mengaku telah menjual tanah sengketa tersebut kepada pihak PT. Temas Tbk dengan harga Rp 200 miliar.

Artikel ini ditulis oleh:

Editor: Wisnu