Padahal, pedoman kepemimpinan telah diajarkan melalui ajaran luhur para leluhur bangsa. Seorang pemimpin harus memiliki sifat-sifat berikut:
Adil Ambeg Paramarta
Artinya, pemimpin harus bersikap adil dan dapat membedakan urusan penting serta tidak penting agar dapat fokus pada kepentingan yang lebih besar bagi masyarakat.
Berbudi Bawa Laksana
Pemimpin harus bermurah hati serta teguh memegang janji kepada rakyat saat kampanye. Jika pemimpin menepati janjinya, ia akan mendapat kepercayaan rakyat.
Wicaksana
Pemimpin harus bijaksana dalam mengambil keputusan untuk masyarakat luas dan mampu menjadi pengayom bagi seluruh lapisan, baik mayoritas maupun minoritas.
Eling dan Waspada
Seorang pemimpin sejatinya adalah abdi masyarakat yang bertugas melayani, bukan justru berharap dilayani. Selain itu, pemimpin harus mampu memahami serta mengelola para bawahannya agar dapat bersinergi dalam menciptakan masyarakat yang adil dan makmur.
Sabdo Pandito Ratu
Seorang pemimpin harus bersikap ksatria. Setiap ucapannya adalah hukum yang berkeadilan, dan setiap janjinya harus ditepati serta dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab.
Manunggal Kawula lan Gusti
Pemimpin harus bisa menyatu dengan rakyatnya. Suara rakyat adalah suara Tuhan (Vox Populi Vox Dei), sehingga pemimpin harus benar-benar menjadi wakil rakyat dalam menjalankan tugasnya.
Salah satu falsafah etika dan moral dalam perspektif kepemimpinan nasional, khususnya dalam budaya Jawa, adalah Hasta Brata. Dalam kisah Kakawin Ramayana dan Kakawin Mahabharata, ajaran Hasta Brata diajarkan oleh Prabu Rama kepada Lesmana serta oleh Begawan Kisawadidi (Prabu Bhatara Kresna) kepada Arjuna di Padang Kurusetra. Delapan ajaran ini meliputi:
Mulat Laku Jatraning Surya – Pemimpin harus meneladani matahari yang memberikan cahaya dan kehidupan.
Mulat Laku Jatraning Condro – Pemimpin harus seperti rembulan yang memberi cahaya di kegelapan, yakni sebagai pemberi solusi bagi masyarakat.
Mulat Laku Jatraning Kartika – Pemimpin harus seperti bintang, menjadi pedoman dan teladan bagi rakyat.
Mulat Laku Jatraning Angkasa – Pemimpin harus meneladani langit yang luas dan mampu menampung segala permasalahan rakyat.
Mulat Laku Jatraning Maruta – Pemimpin harus seperti angin yang selalu dekat dengan rakyat tanpa membedakan golongan.
Mulat Laku Jatraning Samudera – Pemimpin harus seperti lautan yang luas, penuh kasih kepada rakyatnya.
Mulat Laku Jatraning Dahana – Pemimpin harus seperti api, berwibawa dan berlaku adil.
Mulat Laku Jatraning Bantala – Pemimpin harus seperti bumi yang kuat dan murah hati dalam pengabdiannya kepada rakyat.
Peran media, baik media elektronik maupun media sosial, juga sangat berpengaruh terhadap rusaknya moral dan etika bangsa ini. Media lebih banyak menampilkan tokoh-tokoh yang mengumbar umpatan dan melanggar norma etika, yang justru laku di pasaran. Hal ini menjadi salah satu pemicu degradasi moral anak bangsa, diperparah dengan pengaruh budaya barat yang tidak sepenuhnya cocok diterapkan di Indonesia.
Karena itu, mari kita saling bergandengan tangan untuk mengembalikan kehidupan bermasyarakat dan berbangsa yang beretika serta bermoral. Bangsa ini telah dibangun dengan darah, harta, dan air mata oleh para pendiri bangsa, dan tidak bisa diukur dengan materi semata.
Kejayaan dan kehancuran sebuah bangsa terletak di pundak setiap anak bangsa. Maka, tanyakan pada diri sendiri: Apa yang bisa kita berikan kepada bangsa ini, bukan hanya apa yang bisa diberikan bangsa ini kepada kita?
Majulah negeriku!
Oleh: Agus Widjajanto, pemerhati masalah sosial, budaya, hukum, politik, dan sejarah bangsa.
Artikel ini ditulis oleh:
Tino Oktaviano











