Utang tersebut terdiri dari penerbitan SUN mencapai Rp 2.591,55 triliun (67,0 persen), kemudian SBSN sebesar Rp 536,91 triliun (13,9 persen) dan pinjaman sebesar Rp 737,99 triliun (19,1 persen).
“Pinjaman (utang) tinggi bukan karena pemerintah boros, tapi untuk membangun infrastruktur,” kata Menteri Koodinator Perekonomian Darmin Nasution mengakui. “Jadi pemerintah ini berpikir supaya infrastruktur ini bukan hanya dari APBN, tapi kami juga kita undang investor,” dia melanjutkan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati juga mengklaim SUN yang diterbitkan pemerintah terus diburu pasar karena untuk pembiayaan infrastruktur. Bahkan obligasi pemerintah itu terus diserbu investor asing. Anehnya hal ini justru disukai oleh Sri Mulyani. Padahal, SUN yang banyak dikoleksi asing plus imbal hasil (yield) yang tinggi sangat berisiko.
Apalagi utang yang diterbitkan pemerintah tersebut, diklaim Menkeu, dari sisi kredibilitas APBN cukup tinggi dan ini akan menekan kompetisi penjualan SUN. Sehingga bisa dijual secara kompetitif dan murah.
Tapi Sri Mulyani sepertinya lupa. Karena faktanya setiap surat utang yang dikeluarkan pemerintah selalu berkupon tinggi, bahkan lebih tinggi dari negara-negara ASEAN.
Artikel ini ditulis oleh: