Bahkan tingkat pertumbuhan ekonomi nasional yang semula bertenger di kisaran 7 persen, kemudian merosot drastis di kisaran 5 persen. Melambatnya pergerakan ekonomi selama 3 tahun terakhir ini, membuat daya beli semakin surut dan berdampak langsung kepada sektor industri dan ritel yang dilanjuti gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK).
Berdasarkan Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), dalam 3 bulan terakhir setidaknya sekitar 50.000 buruh sektor industri terkena PHK, diperkirakan jumlah ini akan melaju seiring belum kunjung pulihnya keterpurukan ekonomi nasional.
“Dari data KSPI menjelaskan, bahwa dari sektor industri offline terjadi pemutusan hubungan kerja sebanyak 50 ribu orang. Sedangkan penyerapan kerja baru di bidang online hanya 500-an orang. Bagaimana ada daya beli, jika 50 ribu buruh di PHK di offline dan hanya 500-an orang tenaga kerja yang terserap di online,” kata Presiden KSPI, Said Iqbal membantah alibi yang sering digunakan pemerintah tentang migrasi konsumen ke online.
Dirincikan oleh Iqbal, di sektor energi/pertambangan, PHK terjadi beberapa perusahaan seperti PT Indoferro (1.000), PTIndocoke (750), PT Smelting (380), PT Freeport (8.100).
Di industri garmen ada PT. Wooin Indonesia, PT Star Camtex, PT Good Guys Indonesia, PT. Megasari, PT. GGI, total kurang lebih 3.000.
Artikel ini ditulis oleh:
Dadangsah Dapunta
Andy Abdul Hamid