Kemudian di industri farmasi dan kesehatan antara lain PT Sanofi/Aventis (156), PT Glaxo (88), PT Darya Varia (40), PT Rache (400), PT Tempo Scan Pasific 95. Sedangkan pada telekomunikasi ancaman PHK teradi di Indosat, XL axiata, dan kemungkinan akan terjadi di sektor pekerja jalan tol.

Dengan kondisi ini, pemerintah semakin tidak bisa mengandalkan APBN untuk mendorong realisasi rencana pembangunan infrastuktur. Tim ekonomi pemerintah pun belum menemukan konsep mujarab untuk keluar dari tekanan yang ada. Dengan demikian jalan yang ditempuh pemerintah melalui Utang, baik utang luar negeri maupun nasional.

Sementara posisi utang pemerintah pusat hingga Agustus 2017 telah mencapai Rp3.825,79 triliun. Laman Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko yang dipantau di Jakarta, Selasa (26/9), menyatakan porsi utang pemerintah terdiri dari penerbitan Surat Utang Negara (SUN) sebesar Rp2.563,24 triliun atau 67 persen, pinjaman sebesar Rp737,85 triliun atau 19,3 persen dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) sebesar Rp524,71 triliun atau 13,7 persen.

Porsi utang tersebut didominasi oleh utang dalam mata uang rupiah sebanyak 59 persen, dolar AS 29 persen, yen Jepang tujuh persen, euro empat persen, special drawing right (SDR) satu persen dan beberapa valuta asing lain satu persen.

Berdasarkan kreditur, utang pemerintah pusat masih didominasi oleh investor dari SBN sebanyak 80 persen, pinjaman dari Bank Dunia enam persen, pemerintah Jepang lima persen, ADB tiga persen dan lembaga lainnya enam persen.

Laporan: Dadangsah Dapunta

Artikel ini ditulis oleh:

Reporter: Dadangsah Dapunta
Editor: Andy Abdul Hamid