Jakarta, Aktual.com – Direktur Eksekutif Pusat Studi Konstitusi (PusaKo) Universitas Andalas, Feri Amsari menanggapi gugatan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman atas pengangkatan hakim konstitusi Suhartoyo menjadi Ketua MK periode 2023-2028 menggantikan dirinya ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta hanya menambah tinggi “tempat jatuh” bagi Anwar Usman.
“Dia sudah terbukti oleh sidang Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) melanggar etik, publik melihat betapa kecurangan di depan mata karena sulit diingkari bahwa yang dia perjuangkan adalah kepentingan keponakannya untuk menjadi cawapres,” kata Direktur Eksekutif PusaKo, Feri Amsari kepada media di Jakarta, Kamis (30/11/23).
Feri melanjutkan, langkah Anwar itu adalah jalan yang janggal. Karena tidak mungkin, perbaikan peradilan konstitusi yang dipimpin oleh MK, dilakukan melalui pengadilan yang berada dibawah pengadilan lain yakni Mahkamah Agung (MA).
Jadi, seolah-olah masalah di dalam MK mau diselesaikan melalui PTUN yang berada dibawah MA.
“Jangan-jangan, pengadilan lain yang sudah direkayasa juga, hendak memperbaiki kesalahan adik ipar Presiden melalui PTUN,” ujar Feri.
“Harus diingat, PTUN punya masalah serius terkait putusan penundaan pemilu oleh Pengadilan Negeri. Dan bukan tidak mungkin, PTUN juga akan menjadi alat rekayasa yang sama dalam perpolitikan yang terjadi di MK,” tambahnya.
Sebelumnya, Hakim Konstitusi Anwar Usman menggugat Ketua Mahkamah Konstitusi Suhartoyo ke PTUN Jakarta.
Hakim Konstitusi Anwar Usman sebelumnya juga mengajukan surat keberatan terkait pengangkatan Suhartoyo sebagai Ketua Mahkamah Konstitusi penggantinya.
Sebagai informasi, Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) menyatakan Anwar Usman melanggar etik berat terkait Putusan MK 90/PUU-XXI/2023. Imbasnya, adik ipar Presiden Jokowi itu dicopot dari jabatannya sebagai ketua MK.
MKMK kemudian memerintahkan MK melakukan pemilihan ketua baru dalam waktu 2×24 jam, hingga terpilihlah hakim Suhartoyo sebagai Ketua MK baru pengganti Anwar Usman.
Artikel ini ditulis oleh:
Eka
Jalil