Gubernur Bank Indonesia Agus D.W. Martowardojo memberikan keterangan pers hasil Rapat Dewan Gubenur di Gedung Bank Indonesia, Jakarta, Selasa (17/11). Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia memutuskan untuk mempertahankan Suku Bunga Bank Indonesia sebesar 7,50 persen. ANTARA FOTO/Widodo S. Jusuf/aww/15.

Jakarta, Aktual.com — Gubernur Bank Indonesia, Agus Martowardojo mensyiratkan agar pengelolaan utang luar negeri (ULN) yang dilakukan oleh korporasi non bank ke depannya harus lebih prudent dan hati-hati.

Hal ini penting dilakukan, tak hanya untuk stabilitas perekonomian nasional, tapi juga dapat menjadi pendongkrak status investasi menjadi lebih stabil. Salah satunya lembaga pemeringkat dunia, Fitch Ratings telah kembali mengukuhkan Indonesia sebagai investment grade dengan status BBB-/stable outlook.

“Beberapa upaya yang telah dilakukan BI untuk meningkatkan ketahanan sektor eksternal meliputi penerbitan ketentuan prinsip kehati-hatian dalam pengelolaan ULN bagi korporasi non-bank,” ucap Agus seperti yang dirilis dalam laman BI, Selasa (24/5).

Agus menambahkan, selain pengelolaan soal ULN, BI juga terus berupaya lebih baik dalam pengelolaan nilai tukar yang fleksibel agar sejalan dengan nilai fundamentalnya. Juga terkait dengan pengelolaan tingkat kecukupan cadangan devisa, serta tersedianya second line of defense baik dari bilateral, regional, maupun global.

“Jadi, keputusan Fitch untuk mempertahankan posisi Indonesia pada Investment Grade ini menegaskan kemampuan ekonomi Indonesia untuk tumbuh solid ditopang oleh kemampuan adaptasi yang tinggi dalam menghadapi tantangan domestik maupun global,” jelas Agus.

Dengan kondisi demikian, kata Agus, menunjukkan Indonesia telah melakukan kebijakan yang tepat untuk menjaga stabilitas sekaligus mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dengan struktur yang lebih sehat.

Namun demikian, BI tetap meminta agar pemerintah Indonesia juga terus menunjukkan komitmennya untuk melakukan reformasi struktural melalui penerbitan Paket Kebijakan Ekonomi I sampai XII. Antara lain dalam kebijakan itu adalah, untuk memperbaiki iklim investasi, seperti izin investasi 3 jam yang merupakan bagian dari Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP).

Sebelum penetapan investment grade pada 23 Mei 2016 lalu itu, Fitch jugs sebelumnya telah melakukan afirmasi atas Sovereign Credit Rating Indonesia pada BBB-/stable outlook pada tanggal 6 November 2015 lalu.

Fitch Ratings sendiri kembali mengafirmasi peringkat Indonesia pada level investment grade ini karena dinilai dalam beberapa hal. Seperti beberapa faktor kunci yang mendukung keputusan tersebut adalah beban utang pemerintah yang rendah, prospek pertumbuhan ekonomi Indonesia yang baik, dan risiko sektor perbankan yang rendah.

Lebih lanjut, Fitch menyatakan bahwa reformasi struktural yang telah ditempuh Indonesia sejak September 2015 diyakini akan meningkatkan iklim investasi secara signifikan.

Beberapa kebijakan seperti perampingan jumlah dan percepatan proses perizinan untuk melakukan kegiatan usaha, serta penetapan formula upah minimum dipandang mampu memperbaiki iklim investasi. Sementara revisi Daftar Negatif Investasi mencerminkan semakin terbukanya Indonesia terhadap investor asing.

Di samping itu, Fitch juga menyatakan bahwa reformasi struktural mulai menunjukkan dampak terhadap pertumbuhan ekonom, sehingga berpengaruh positif terhadap sentimen pasar sebagaimana ditunjukkan dengan stabilnya nilai tukar rupiah.

Namun begitu, Fitch juga memberikan beberapa catatan kepada pemerintah untuk diperbaiki. Antara lain, masih besarnya pengaruh sentimen pasar terhadap faktor eksternal, serta masih perlunya upaya untuk perbaikan iklim investasi.

Artikel ini ditulis oleh:

Arbie Marwan