Kiri-kanan; Ketua Umum KIPKP Indonesia Rosiana Simanjuntak, Sekjen Prodem Satyo Purwanto, Ketua Umum Komnas RIM Effendi Sama, Direktur Eksekutif Lembaga Studi Kebangsaan 1998 (LASTIKA'98) Nuryaman Berry Hariyanto saat diskusi Evaluasi 2 tahun Pemerintahan Jokowi-JK di Jakarta, Kamis (20/10/2016). Diskusi yang diselenggarakan oleh Komite Independen Pemantau Kebijakan Publik (KIPKP) Indonesia yang mengambil tema "Ada Apa Dengan Nawacita".

Jakarta, Aktual.com – Sekjen ProDEM Satyo Purwanto menilai Pemerintahan Jokowi perlu mendapat apresiasi soal keberanian dan kemauannya mengatur PT Freeport Indonesia dari model Kontrak Karya ke Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).

Menurutnya, model Kontrak Karya sangat memberikan keistimewaan besar untuk PTFI dan memberikan ketidakadilan bagi bangsa Indonesia. Khususnya untuk masyarakat Papua sebagai pemilik sah kekayaan alam bumi Papua.

“Kesungguhan pemerintah dengan merubah rejim kontrak karya menjadi IUPK terhadap PT FI patut didukung. Semangatnya seperti menasionalisasi Freeport dengan divestasi 51 persen saham. Akan tetapi apa benar demikian?,” kata Satyo dalam keterangannya kepada Aktual.com, Kamis (23/2).

ProDem khawatir divestasi kepada Freeport tidak steril dari kepentingan politik tertentu. Salah satunya dengan ‘menyulap PTFI dengan cita rasa Tiongkok.

Modus lainnya dari putusan KK ke IUPK adalah ‘Debt to Equity Swap’, yakni pertukaran utang dengan saham atau mengubah utang menjadi penyertaan modal.

“Bila, 51 persen saham itu dibeli oleh BUMN, dan meminjam uang dari Tiongkok. Maka, bila BUMN tersebut gagal membayar hutangnya, kemudian saham diambil alih sehingga akhirnya Freeport menjadi milik Tiongkok, bukan lagi milik Indonesia,” jelasnya.

Jika itu menjadi kenyataan, suatu saat nanti perusahaan raksasa pertambangan emas tersebut bisa berganti cita rasa. Seperti diketahui, karakter investor Tiongkok juga akan membawa pekerja dari negara asalnya untuk mengisi seluruh level diperusahaan tersebut.

“Bila dugaan itu benar-benar terjadi maka kesimpulannya, IUPK dan Divestasi 51 persen saham adalah ‘omong kosong’. Tidak ada nasionalisasi, tidak ada kedaulatan dan kemandirian bagi bangsa Indonesia,” kata Satyo.

ProDem menduga hal itu merupakan bagian dari akal-akalan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Menteri BUMN, Menteri ESDM dan parlemen.

Sekedar informasi, PT Freeport Indonesia awalnya mengajukan permohonan dan bersedia mengakhiri model Kontrak Karya (KK) yang sudah berumur 50 tahun dengan mengubahnya menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).

Tidak lama setelah izin dipegang, PTFI langsung menuntut keistimewaan lain dengan menolak beberapa poin yang disyaratkan oleh pemerintah untuk pemberian izin yaitu terkait divestasi saham dan skema pajak yang dikenakan.

Ketidakjelasan masa depan Freeport dan kemungkinan buntunya negosiasi PTFI ‘mengancam’ akan melakukan gugatan perselisihan di Arbitrase Internasional dan melakukan PHK masal terhadap 32.200 karyawan PT FI dan Perusahaan subkontraktor yang bekerja di perusahaan tersebut.

(Nailin Insa)

Artikel ini ditulis oleh: