Kalau kita klik situs http://www.airbus.com/presscentre/pressreleases/press-release-detail/detail/new-airbus-aircraft-list-prices-for-2015/, maka harga resmi sebiji pesawat A350XWB, adalah US$351,9 juta.
Jadi, kalau Garuda memborong 30 unit, US$10,557 miliar. Kalau kenapa pinjam duit sampai US$44,5 miliar. Lalu, selisihnya yang US$33,94 miliar kemana? Dengan kurs Rp13.300/US$, fulus senilai Rp452,4 triliun itu buat apa? Atau, untuk siapa?
Eh, ngomong-ngomong duit Rp452,4 triliun itu banyak banget, lho. Itu artinya, RR bukan cuma ingin menyelamatkan Garuda dari banyang-bayang kebangkrutan. Dia juga bahkan berusaha menyelamatkan duit negara dalam jumlah yang teramat sangat banyak dari penggunaan yang tidak jelas dan pasti tidak bisa dipertanggungjawabkan!
Mungkinkah apa yang kini dialami Garuda adalah warning yang sejak dua tahun silam disampaikan Rizal Ramli? Namun satu hal yang pasti, bahwa Garuda babak-belur hingga merugi Rp1,31 triliun di kuartal pertama 2017 adalah fakta. Memang bisa banyak yang jadi penyebabnya.
Sengitnya persaingan bisnis adalah kambing hitam yang sering hadir untuk menutupi kelemahan. Tapi bisa juga hal itu sejatinya karena salah urus, salah hitung, serampangan dalam memutuskan aksi korporasi, atau yang lainnya.
Kita berharap, maskapai pelat merah ini bisa segera recovery. Kita bermimpi Garuda bakal terbang tinggi. Terbang tinggi sekali dengan membawa kebanggaan anak bangsa di belantara hiruk-pikuk ganasnya samudra merah bisnis penerbangan. Semoga… (*)
Jakarta, 13 Juni 2017
Edy Mulyadi
Direktur Program Centre for economic and Democracy Studies (CEDeS)
Artikel ini ditulis oleh: