Anggota DPR-RI dari Fraksi Demokrat, Azam Asman Natawijana mengatakan penyalahgunaan distribusi subsidi LPG tidak terlepas dari ketidaktransparanan Pertamina terhadap besaran kuota dan realisasi pada suatu daerah.
“Ada kejadian, rakyat antri tabung LPG 3 kg (langka) tetapi kuota di Pertamina masih ada dan realisasinya di bawahnya, itu yang menjadi pertanyaan kita. Apakah di sana tidak ada karena dipindahkan ke tempat lain, itu yang kita mau tahu. Kalau kelangkaan tapi sudah berdasarkan kuota, tak masalah. Tapi kuotanya sekian (lebih banyak), dikasih lebih sedikit, sisanya kasih tempat lain, ini yang jadi masalah,” kata Azam.
Kiranya upaya progresif untuk membenah sitem distribusi subsidi LPG, memang sangat dinanti. Kalau tidak, Indonesia makin terjebak dalam ketimpangan dan negara makin mengalami kerugian. Harusnnya Presiden Joko Widodo telah melakukan penataan akan persoalan ini. Bahkan, Presiden dituntut mencari solusi untuk keluar dari jeratan ketergantungan pada impor hingga membuat Indoneisa memiiki ketahanan energi yang kuat.
Ketegasan Jokowi dalam pencabutan subsidi BBM pada 2014 silam, kali ini ditagih untuk menata subsidi LPG. Janganlah sampai bahwa kebijakan integrasi subsidi dengan kartu keluarga sejahtera berujung tak menentu layaknya wacana subsidi tertutup. Dan janganlah pula karena kebijakan itu tak populer pada tahun poitik 2018-2019, lalu kebijakan penataan dengan integrasi subsidi berakhir pembatalan.
Subsidi Elpiji Melon Tertutup Menunggu Validasi Data
Artikel ini ditulis oleh:
Dadangsah Dapunta
Eka