Dalam kasus ini, Ello menjelaskan bahwa Majalah Indonesia Tatler edisi Maret 2017 baik versi cetak maupun versi online, mempublikasikan foto resepsi pernikahan Adams Selamat Adi Kuasa Hardiyanto dengan Clarissa Putri Suseno. Resepsi pernikahan berlangsung 15 Januari 2017 di Hotel Mulia, Jakarta Pusat itu memberitakan resepsi itu dan memajang sejumlah foto.
Namun, foto di majalah disertai teks dalam bahasa Inggris yang intinya berbunyi “The bride and groom along with their parents” yang dalam bahasa Indonesia berarti “kedua mempelai bersama orangtuanya masing-masing”. Foto itu menggambarkan enam figur, Adams dan Clarissa Putri Suseno atau Sasa (mempelai) berdiri di tengah, figur Yansen Dicky Suseno dan Inge Rubiati Wardhana (orangtua Clarissa) paling kiri, dan figur yang bertindak seolah-olah sebagai orangtua Adams berdiri pada posisi paling kanan.
Dalam pemeriksaan, Ello menjelaskan dia maupun Gina (istrinya) selaku orangtua kandung, tidak hadir dalam resepsi. Sehingga mustahil orangtua Adams ada dalam foto itu. Berita dan foto mempelai bersama ‘orangtuanya’ yang dimuat oleh Majalah Indonesia Tatler edisi Maret 2017 itu membuat banyak pihak bertanya-tanya kepada Ello dan Gina. Awal Mei 2017 Ello menghubungi pihak Majalah Indonesia Tatler. Ia menyampaikan koreksi dan minta hak jawab sebagaimana dijamin UU No. 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Redaktur Pelaksana Majalah Indonesia Tatler, Maina A. Harjani, menjawab email Ello awal Mei 2017. Maina mengakui kesalahan redaksi Majalah Indonesia Tatler dan menjanjikan koreksi (ralat) atas berita foto itu dalam edisi berikutnya. Namun, ternyata Maina ingkar janji dan Redaksi Majalah Indonesia Tatler tidak memenuhi janji publikasi ralat itu.
Akhir Juli 2017, Ello mengadu kepada Dewan Pers. Dalam Penilaian Pernyataan dan Rekomendasi (PPR) No 26/PPR-DP/X/2017 tertanggal 9 Oktober 2017, Dewan Pers menyatakan Majalah Indonesia Tatler tidak menjalankan fungsi pers sebagaimana diatur dalam Pasal 3 dan Pasal 6 UU No 40/1999 tentang Pers. PPR Dewan Pers juga menegaskan bahwa perusahaan yang menerbitkan Indonesia Tatler bukan perusahaan pers.
PPR Dewan Pers itu menegaskan Redaksi Majalah Indonesia Tatler melanggar Kode Etik Jurnalistik karena tidak segera melayani hak jawab yang diminta Ello Hardiyanto. Dewan Pers juga mengatakan Redaksi Majalah Indonesia Tatler melanggar pasal 5 UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers karena tidak segera melayani permintaan hak jawab Ello Hardiyanto.
Sampai awal Februari 2018, pihak Majalah Indonesia Tatler masih menjual foto yang keliru itu melalui aplikasi berbayar Magzter, Wayang, Scoop, PressReader dan lain-lain. Baru pada pertengahan Februari 2018, penyebaran foto yang keliru itu dihentikan. “Padahal Maina sejak awal Mei 2017 sudah mengakui kesalahan mereka dan berjanji meralat. Dan Dewan Pers awal Oktober 2017 menyatakan majalah itu melanggar kode etik jurnalistik,” kata advokat Albert Kuhon Senin (19/2) petang.
Bukan Perusahaan Pers
Artikel ini ditulis oleh:
Antara