Jakarta, Aktual.com — Bersumber dari Hadis-hadis Nabi Muhammad SAW, Anda akan melihat beberapa riwayat yang justru membolehkan seseorang berkumur di bulan puasa.
Syaratnya tidak berlebihan, sehingga benar-benar air yang kita buat kumur tersebut tidak masuk ke dalam rongga tubuh. Dan, Muslim harus mempunyai niat yang benar.
Menurut Riwayat Raslullah SAW (HR Ahmad dan Abu Daud) bersabda: Bersumber dari Umar bin Al-Khatab. Bersabda, “Suatu hari aku beristirahat dan mencium istriku sedangkan aku berpuasa. Lalu aku datangi nabi SAW dan bertanya, “Aku telah melakukan sesuatu yang fatal hari ini. Aku telah mencium dalam keadaan berpuasa.”
Rasulullah SAW menjawab, “Tidakkah kamu tahu hukumnya bila kamu berkumur dalam keadaan berpuasa?” Aku menjawab, “Tidak membatalkan puasa.” Rasulullah SAW menjawab, “Maka mencium itu pun tidak membatalkan puasa.” (HR Ahmad dan Abu Daud)
Selain itu juga ada beberapa hadis lain yang juga kerap ditetapkan oleh para Ulama, menyebutkan, bahwa sebagai dalil kebolehan berkumur pada saat berpuasa tidak membatalkan puasa.
Menurut dari Laqith bin Shabrah menyebutkan, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Sempurnakanlah wudhu’, dan basahi sela jari-jari, perbanyaklah dalam istinsyak (memasukkan air ke hidung), kecuali bila sedang berpuasa.” (HR Arba’ah dan Ibnu Khuzaemah menshahihkannya).
Meski hadis itu menjelaskan tentang istinsyaq (memasukkan air ke hidung), namun para Ulama sudah menyamakan hukumnya dengan menggosok gigi dan berkumur.
Intinya yaitu, yang dilarang hanya apabila dilakukan secara berlebihan, sehingga dikhawatirkan akan terminum. Sementara itu, bila istinsyaq atau berkumur biasa saja sebagaimana umumnya, maka hukumnya tidak akan membatalkan puasa.
Dengan adanya dua dalil atsar tersebut, logika kita untuk mengatakan bahwa sebenarnya menggosok gigi dan berkumur itu dapat membatalkan puasa menjadi gugur dengan sendirinya.
Oleh karena itu, yang menetapkan batal atau tidaknya puasa bukan hanya semata-mata logika saja. Melainkan, penjelasan ilmiah itu tetap harus mengacu kepada dalil-dalil syar’i yang telah ada.
Tapi, bila tidak ada dalil yang secara sharih dan shaih, barulah kita dapat menganalogikan dan kiyaskan yang berdasarkan logika bisa dimainkan.
Bahkan, hingga saat ini beberapa hadis lain membolehkan hal yang lebih ekstrim dari sekedar berkumur, yaitu seorang yang sedang berpuasa bisa dapat mencicipi masakan.
Bersumber dari Ibnu Abbas ra, “Tidak mengapa seorang yang berpuasa untuk mencicipi cuka atau masakan lain, selama tidak masuk ke kerongkongan.” (HR Bukhari secara muallaq dengan sanad yang hasan 3/47).
Artikel ini ditulis oleh: