File illustration picture showing the logo of car-sharing service app Uber on a smartphone next to the picture of an official German taxi sign in Frankfurt, September 15, 2014. A Frankfurt court earlier this month instituted a temporary injunction against Uber from offering car-sharing services across Germany. San Francisco-based Uber, which allows users to summon taxi-like services on their smartphones, offers two main services, Uber, its classic low-cost, limousine pick-up service, and Uberpop, a newer ride-sharing service, which connects private drivers to passengers - an established practice in Germany that nonetheless operates in a legal grey area of rules governing commercial transportation. REUTERS/Kai Pfaffenbach/Files (GERMANY - Tags: BUSINESS EMPLOYMENT CRIME LAW TRANSPORT)

Jakarta, Aktual.com — Pengamat Transportasi Darmaningtyas menyebut agak aneh kalau bisnis taksi online seperti Uber dan Grab Car masih terus menerapkan harga bawah.

Menurutnya, langkah subsidi tarif yang dilakukan kedua manajemen itu karena memang mereka bisa jadi melakukan kapitalisasi data pelanggan yang diolah untuk kepentingan mereka.

“Kenapa saat ini mereka masih menyubsidi? Ini boleh jadi mereka melakukan kapitalisasi data pelanggan yang dijual ke pengusaha iklan,” tandas dia, dalam diskusi di Jakarta, Kamis (24/3).

Karena semua pemesana itu melalui online, maka semua data yang masuk sangat mudah diolah. Cuma masalahnya, kapitalisasi data itu hanya untuk kepentingan mereka saja. Bukan kepentingan negara seperti yang terjadi di China.

Meski begitu, dia sendiri mengkritisi, jika keduanya mau terjun ke dunia transportasi, memang harga yang ditawarkannya harus wajar.

Apalagi memang, segmen pasar Uber dan Grab Car sendiri, katanya, sama seperti segmennya penumpang taksi yaitu masyarakat kelas menengah. Sehingga hal ini pasti akan merugikan armada taksi jika harganya lebih murah.

“Dulu kan mengunakan Uber harus pakai kartu kredit. Kemudian setelah datang Uber, kelas menengah ini yang semula naik taksi legal atau naik mobil pribadi, beralih ke Uber atau Grab Car,” ucapnya.

Akan tetapi, lanjut dia, di luar itu semua yang terpenting adalah bukan soal online dan konvensional. “Tapi problemnya itu soal legal dan ilegalnya,” tegas dia.

Namun ketika dikonfirmasi, apakah dengan harga murah ini gara-gara ada pemodal besar yang terus melakukan subsidi, kata dia, semua itu mungkin terjadi.

“Bisa saja begitu (ada pemodal besar) di belakangnya. Karena dengan terus disubsidi tentu menjadi aneh,” tutup dia.

Artikel ini ditulis oleh:

Arbie Marwan