Jakarta, Aktual.co — Gubernur Nusa Tenggara Barat TGH M Zainul Majdi minta Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo lebih baik memikirkan pembenahan birokrasi dari pada mempermasalahkan soal kolom agama di kartu tanda penduduk.
“Sebetulnya, masih banyak agenda pemerintahan yang masih menjadi prioritas utama untuk dibahas dari pada kita memasalahkan soal isu agama,” tegas Zainul Majdi di Mataram, Rabu (12/11).
Ia menjelaskan, permasalahan kolom agama di kartu tanda penduduk (KTP) yang kini telah menjadi perdebatan, tidak akan menjadi permasalahan jika saja Kementerian Dalam Negeri dalam hal ini Mendagri dapat memberikan penjelasan secara utuh sedari awal dari ide yang telah dilontarkannya.
Sebab, bagaimanapun permasalahan agama, bagi enam agama yang telah diakui pemerintah sangat tidak relevan dengan ketentuan undang-undang. Meskipun, di dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, pemerintah sangat mengakomodir keberadaan penganut agama ataupun aliran kepercayaan yang berkembang di Indonesia.
“Meskipun maksudnya ingin mengakomodir penganut aliran kepercayaan yang ada, semestinya ada kejelasan dari Mendagri,” katanya.
Wakil Ketua DPRD NTB TGH Mahaly Fikri juga menyayangkan jika betul ada rencana penghilangan kolom agama di KTP, sebab pencantuman nama agama dari sudut pandang ajaran Islam sudah wajib hukumnya.
“Bagi umat Islam mencantumkan nama agama di KTP sudah wajib hukumnya. Karena, jika terjadi sesuatu menimpa seseorang, entah itu terjadi kecelakaan sehingga menyebabkan kematian, kita tidak tahu agamanya, tidak tahu keluarganya di mana, lalu untuk mengebumikan jenazahnya dengan cara apa yang harus dipakai jika tidak ada dasar agamanya,” kata anggota DPRD yang juga merupakan tokoh agama di NTB tersebut.
Menurut dia, dalam penyelenggaraan pemerintahan negara, semestinya ide ataupun rencana penghilangan agama di dalam KTP tersebut tidak perlu terlontar, jika saja Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo memahami esensi dari namanya keimanan, lebih-lebih dalam ajaran agama Islam.
“Meski persoalan iman ada di dalam hati dan keyakinan setiap orang, namun, perlu diingat dalam Islam bagi orang yang hidup dan mati, kemudian masyarakat juga tidak tahu apakah orang tersebut Islam atau tidak, inilah yang nantinya akan menimbulkan kekacauan, kegelisahan dan keresahan bagi masyarakat yang masih hidup,” jelasnya.
Oleh karena itu, semestinya persoalan ini yang harus dipikirkan terlebih dahulu oleh Menteri Dalam Negeri. Sehingga, tidak asal mengeluarkan ide maupun pandangan tanpa memikirkan apa akibat dan dampak yang ditimbulkan dari sebuah kebijakan.
“Inilah mengapa kami merasa prihatin. Masih banyak pekerjaan yang lebih penting dari sekadar penghapusan kolom agama,” pintanya.
Sebab, masih banyak persoalan yang melilit bangsa ini yang harus segera diwujudkan dan dikerjakan.

Artikel ini ditulis oleh: