Malang, Aktual.co — Peringatan akan proxy war ditandai dengan maraknya aksi kekerasan horisontal, terorisme, radikalisme, yang cenderung anarkis dengan merusak fasilitas-fasilitas umum dan fasilitas-fasilitas pemerintah.
Hal ini dikatakan oleh Staf ahli bidang ekonomi Panglima Daerah Militer (Pangdam) V Brawijaya, Tirton Nefianto, terkait Masyarakat Ekonomi Asean (MEA).
“Kondisi Indonesia saat ini sedang dalam masa peralihan kepemimpinan di tengah tantangan persaingan global,” Kata Tirton, di Malang, Jawa Timur, Senin (22/12).
Tirton menambahkan, saat ini telah terjadi perkembangan yang signifikan, ditandai dengan bergesernya sifat dan karateristik perang seiring dengan perkembangan teknologi. Perang konvensional antar dua negara dinilai Tirton kemungkinannya sangat kecil, namun, tuntutan kepentingan kelompok telah menciptakan perang-perang jenis baru diantaranya perang asimetris, perang hibrida dan perang proxy.
“Hal itu bisa terjadi karena dalam perang proxy selalu mengeksploitasi hal-hal sensitif yang berkaitan dengan kepentingan publik,” imbuhnya.
Dicontohkan, maraknya demo buruh dan lain-lain, bisa digunakan sebagai alat untuk melumpuhkan perusahaan-perusahaan domestik agar tidak mampu bersaing dengan perusahaan luar negeri dalam pasar global juga dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) tahun 2015.
Artinya, tidak menutup kemungkinan pertikaian antar kelompok yang terjadi di Indonesia bukan sengaja diciptakan dan didesain oleh aktor dalam negeri yang dikendalikan oleh negara lain.
Akibatnya, investor luar negeri tidak mau menanamkan invetasinya di Indonesia, bahkan investor bisa jadi memindahkan usahanya ke negara yang dianggapnya lebih aman untuk investasi.
“Untuk mengatasi perang proxy yang sedang terjadi saat ini, maka seluruh komponen masyarakat, terlebih lagi kalangan generasi muda harus dibekali dengan wawasan kebangsaan, cinta tanah air dan semangat bela negara.”
Artikel ini ditulis oleh:

















