Jakarta, Aktual.com – Di tengah gejolak dalam negeri yang belum sepenuhnya mereda akibat aksi demontrasi yang berujung kerusuhan di sejumlah daerah, Presiden Prabowo Subianto tiba-tiba bertolak ke China untuk memenuhi undangan Presiden China Xi Jinping.
Presiden Prabowo, awalnya membatalkan kehadirannya karena adanya aksi kerusuhan, terbang ke China dari Lapangan Udara Halim Perdanakusuma pada Selasa, 2 September 2025, malam hari, untuk menghadiri parade militer 80 Tahun Victory Day China, dan pertemuan bilateral dengan negara-negara yang tergabung dalam Belt and Road Initiative (BRI).
Dalam kunjungannya, Presiden Prabowo bahkan berdiri sejajar di barisan depan bersama Presiden Rusia Vladimir Putin, Presiden China Xi Jinping, dan Presiden Korea Utara Kim Jong Un. Ini mengingatkan kembali memori kita pada era Soekarno, di mana Indonesia akrab dengan China, Uni Soviet, dan Korut. Lalu, apakah Amerika Serikat (AS) akan tinggal diam?
Baca juga:
Benarkah Ada George Soros, Mafia Barkeley dan Nekolim Dibalik Amok Masa Agutus
Guru besar hubungan internasional Teuka Rezasyah menyatakan, dengan menghadiri undangan dari China, Presiden Prabowo memiliki kepercayaan diri tinggi bahwa seluruh persoalan domestik telah tertangani dengan baik.
Keberanian Presiden Prabowo yang hadir di China di tengah kondisi dalam negeri yang belum mereda itu pun, katanya, mengundang pujian dan kekaguman dari 25 pimpinan negara dan perwakilan asing lainnya yang datang di acara tersebut.
“Presiden Prabowo dianggap berhasil secara cepat mengatasi masalah di dalam negeri, bukan hanya omon-omon. Apalagi, Presiden di China tak sampai 48 jam, ini menunjukkan Presiden cepat dalam bertindak, atau man of action,” paparnya.
Baca Juga:
Non-state Actor Hingga Operator Kanan Kiri Oke Dibalik Agustus Kelabu
Menurut akademisi dari Universitas Padjajaran Bandung ini, kehadiran Presiden Prabowo di China terbilang penting, bisa dilihat dari jumlah kepala negara yang hadir, serta persoalan yang dibahas dalam Shanghai Corporation Organization (SCO).
“Presiden juga bisa memperdalam hubungan bilateral dengan negara-negara yang ikut hadir, itu penting. Terutama dengan Korut, Korut kan negara tertutup yang tidak bisa dipahami banyak negara di dunia. Ini kesempatan bagi Indonesia untuk semakin mengenal Korut, dan mengundang Kim Jong Un ke Indonesia, mengulangi sejarah kakeknya, Kim Il-sung yang datang ke Indonesia tahun 1965,” ungkapnya.
Prabowo Harus Buktikan RI Lakukan Politik Bebas Aktif Dalam Konstalasi Geopolitik Timur Vs Barat
Selain itu, dengan kehadirannya di China, Presiden Prabowo menunjukkan ke dunia internasional bahwa Indonesia dalam keadaan aman terkendali pasca kerusuhan di berbagai daerah. Presiden Prabowo pun dinilainya memberi pesan ke semua pihak untuk tidak memperkeruh situasi di Indonesia.
“Meskipun, bisa jadi kehadiran Presiden ke China akan memunculkan kekhawatiran bagi AS terhadap Indonesia yang semakin dekat dengan China, dan Rusia. Karena secara psikologis pasti pukulan bagi AS. AS pasti tidak senang dengan kehadiran Indonesia di China,” paparnya.
Karena itu, ujar Rezasyah, Indonesia harus mampu menjelaskan ke dunia, terutama Amerika Serikat (AS), dan Uni Eropa, bahwa kedekatan Indonesia dengan China, Rusia, dan Korut, bukan dalam rangka masuk ke salah satu blok.
“Indonesia harus bisa menjelaskan bahwa masih konsisten dengan non-blok. Kedekatan dengan Rusia, China, dan Korut, serta negara berkembang lainnya murni karena pilihan Indonesia sendiri dalam rangka menciptakan kerja sama, atau perjanjian yang komprehensif, strategis, dan partnership yang saling menguntungkan,” ucapnya.
Baca Juga:
Prabowo Akhirnya Bertolak ke China Hadiri Parade Militer
Dengan begitu, Indonesia punya daya tawar dalam menjalin kerja sama apapun, termasuk dengan AS, dan Uni Eropa. Kerjasama yang dilakukan bukan berdasar karena tekanan dari salah satu pihak, tapi menguntungkan kedua belah pihak.
“Kita punya daya tawar, kan Alutsista sudah beragam tidak hanya berasal dari AS. Kita juga memaksakan barang mentah tambang tidak bisa langsung diekspor, harus diproses dalam negeri dulu. Lalu, kerjasama pertahanan dalam latihan gabungan juga bisa dilakukan dengan negara manapun,” papar Rezasyah.
Baca Juga:
Presiden Prabowo Hanya 8 Jam di China
Adapun Analis intelijen pertahanan dan keamanan Ngasiman Djoyonegoro menyampaikan, dari sisi geopolitik, parade militer China bukan sekadar seremoni, melainkan pesan politik global yang mengukuhkan posisi China sebagai kekuatan alternatif Indo-Pasifik.
Momentum ini, menurutnya, menandai babak baru persaingan kekuatan besar dan simbol pergeseran dari unipolarisme dan bipolarisme yang dikuasai AS dan Uni Eropa, ke narasi multipolarisme, yang diinisiasi China, dan Rusia.
Dengan latar belakang militer, kata Ngasiman, Presiden Prabowo paham soal itu dan bagaimana memanfaatkan momentum tersebut untuk duduk sejajar dengan pemimpin kekuatan baru dunia.
“Dengan begitu, Indonesia telah memperoleh kekuatannya sendiri. Meneruskan perjuangan para pendiri bangsa untuk terus diperhitungkan guna mewujudkan perdamaian dunia secara bebas aktif,” papar Ngasiman.
Meski begitu, menurutnya, Presiden Prabowo konsisten untuk melaksanakan diplomasi bebas aktif dengan menjaga hubungan yang seimbang di tengah meningkatnya persaingan AS dan China di Indo-Pasifik. Terutama semenjak ketegangan kawasan Laut China Selatan dan upaya perebutan kembali Taiwan oleh China dengan sejumlah ancaman militer.
Artikel ini ditulis oleh:
Erobi Jawi Fahmi
Eka Permadhi


















[…] Ikonik Prabowo, Putin, Xi Jinping, Kim Jong-un dan Pesan Untuk Paman Sam Hadiri Undangan Xi Jinping, Prabowo Buktikan Eksistensi Indonesia Dikancah Dunia Houthi Klaim Serangan Drone ke Israel Oposisi Prancis Ajukan Mosi Makzulkan Macron […]