Hardjuno mengaku tidak ikhlas jika uang pajak rakyat terus dibiarkan membayar beban subsidi bunga obligasi rekap sampai 2043. Kebijakan ini jelas sangat tidak adil dan melukai rasa keadilan rakyat. Apalagi, angkanya bernilai total Rp 4.000 triliun.
“Karena itu, alangkah baiknya dana yang sangat besar itu dipakai untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia. Ini jauh lebih bermanfaat ketimbang dihambur-hamburkan untuk hal yang tidak penting,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Hardjuno menegaskan dalam kondisi ekonomi yang sulit seperti sekarang ini, efisiensi anggaran adalah salah satu cara yang harus dilakukan pemerintah. Termasuk menghapus alokasi pembayaran bunga obligasi rekap yang selama ini digelontorkan pemerintah dalam APBN.
Hardjuno menyakini, pembayaran bunga obligasi rekap ini akan terus menjadi beban APBN ke depan. Khususnya jika pemerintah tidak mengambil kebijakan menghapus pembayaran bunga obligasi rekap BLBI.
Situasi ini menjadi ancaman serius bagi APBN dimasa yang akan datang.
“Saya ingatkan pemerintah agar peduli dengan kondisi APBN kita saat ini. Bahwa ada mata anggaran yang nilainya besar sekali tapi pura-pura tidak tahu semua. Ya, anggaran subsidi pembayaran bunga obligasi rekap yang setahun masih ada Rp 50-an triliun itu, itu yang perlu dipersoalkan,” kata Hardjuno.
Artikel ini ditulis oleh:
Zaenal Arifin