“Yang lemah selama ini kan pembinaan. Kementerian Pertanian sangat lemah dalam pembinaan kepada para petani, termasuk petani cabai, dan juga petani-petani lain yang produknya strategis,” kata Trubus.
Pembinaan Petani Lemah
Menurutnya, lemahnya pembinaan dan dorongan kepada petani untuk terus meningkatkan produksi, menyebabkan kasus-kasus selalu berulang. Selain itu, kelemahan dari Kementan lainnya adalah dalam hal penciptaan inovasi bibit atau varietas yang unggul. Hal itu seharusnya dapat dilakukan dengan menggandeng universitas-universitas yang memiliki Fakultas Pertanian.
“Padahal kebutuhan masyarakat dari tahun ke tahun terus meningkat. Belum lagi kebutuhan untuk ekspor. Harusnya Kementan punya varietas baru yang kompetitif di masa depan. Dan sudah bisa di prediksi masa depan bagaimana, kan bisa melalui riset unggulan. Lemahnya inovasi ini yang menyebabkan masalah pertanian terus berulang,” terangnya.
Penciptaan inovasi tersebut, sambung dia, harusnya dapat disesuaikan dengan kondisi alam, potensi produk di masing-masing daerah. Lebih lanjut ditegaskan, menjadi ironis dimana Indonesia sebagai negara agraris selalu dihadapkan dengan persoalan pertanian yang rumit.
“Jadi ini persoalan tata kelola. Sepanjang tata kelola masih seperti ini, dan petani dalam posisi yang selalu dikorbankan dan kurang kesejahterannya, maka selalu munculnya itu lagi. Sesuatu yang mudah jadi rumit karena kebijakan tata laksana yang kurang komprehensif,” tandasnya.
Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI) Henry Saragih di lain kesempatan mengatakan, tingginya harga cabai memang terjadi karena stok sedikit. Laporan basis SPI di Rokan Hilir Riau harga cabai di tingkat petani sekitar Rp 40-50 ribu. Sedangkan di konsumen, mencapai sekitar Rp 70ribu/kilo.
Artikel ini ditulis oleh: