“Perbedaan harga di tingkat petani dan konsumen di Riau terjadi karena pedagang mengambil langsung cabai di petani di desa dan infrastruktur di sana jelek. Jadi bisa dibilang itu biaya transportasi ke sana. Faktor lain yang membuat harga cabai tinggi adalah stok di pedagang. Cabai di Riau itu banyak dikirim dari Brebes, Jawa Tengah,: ujarnya.

Menurut Henry, faktor kekeringan juga mempengaruhi kuantitas panen. Selain itu seperti di Riau sedang banyak asap efek dari pembakaran lahan. Ia mengakui bantuan benih cabai dari Kementan di awal tahun juga kurang berhasil.

Kementan sendiri mengakui ada masalah dengan produksi cabai yang berujung melonjaknya harga. Direktur Jenderal Hortikultura Kementan Prihasto Setyanto mengatakan hambatan produksi disebabkan oleh petani cabai yang tidak merawat tanaman dan memanen cabai.

“Ya ini memang karena pengaruh yang jelas karena kemarin kan cabai sempat harganya jatuh. Nah karena harga jatuh, tanaman nggak dirawat oleh petani,” ujar Prihasto.

Ia menceritakan, harga cabai merah di tingkat petani 2-3 bulan yang lalu sempat jatuh hingga berada di level Rp 5.000/kg. Menurutnya, jatuhnya harga membuat petani malas memanen cabai merah karena biaya panen lebih mahal dari harga jual, di mana ongkos panen sekitar Rp 6.000/kg. Hal itulah yang membuat petani akhirnya tidak merawat dan tidak memanen tanaman cabainya sehingga membuat produksi cabai berkurang.

“Tanaman (cabai) mulai berkurang, kebutuhan tetap, barangnya tidak ada akhirnya menyebabkan bahan cabe naik,” katanya

Artikel ini ditulis oleh: